Senin, 15 Oktober 2012

Pelajaran dari Sirih Merah


Sirih merah (Piper betle L var Rubrum) memiliki khasiat untuk menyembuhkan banyak penyakit, seperti darah tinggi, kolestrol, diabetes, bahkan hingga penyakit seperti kanker. Tanaman ini tidak berbeda jauh dengan tanaman sejenisnya, yaitu sirih hijau yang berkhasiat untuk mengobati mimisan. Bedanya pada bagian bawah sirih merah berwarna merah sedangkan pada sirih hijau berwarna hijau. Sementara pada bagian atasnya, sirih merah berwarna hijau dengan bintik-bintik merah sedangkan pada sirih hijau berwarna hijau polos.

Tanaman ini cukup sulit dibudidayakan. Dari cerita saudara hingga rekan-rekan kedua orang tua saya mengaku cukup sulit menanam tanaman sirih merah ini. Bibit yang mereka dapatkan ketika dicoba ditanam, maka pada beberapa hari ke depan mengalami kematian. Kami pun ketika menanam tanaman ini cukup kesulitan. Setidaknya hingga tiga kali tanam, baru tanaman ini bisa tumbuh. Setelah tumbuh pun ternyata cobaan belum berakhir, tanaman kami sempat dimakan tikus. Untuk mengatasinya, kami pun terpaksa memagari tanaman ini dengan bambu.

Dengan cara demikian, tanaman tumbuh dengan cepat. Dalam beberapa minggu, tanaman ini telah menjalar ke atas. Akan tetapi, cobaan datang kembali. Ketika tanaman sirih merah kami mulai tumbuh besar, arah tumbuhnya justru mendekati tanaman sirih hijau. Akibatnya, beberapa lembar daun sirih merah berubah warna menjadi hijau. Aneh memang tapi benar-benar terjadi. Kami pun tak mengerti. Mungkin ada banyak teori botani yang bisa menjelaskan fenomena ini. Namun saya berprasangka positif saja pada tanaman ini, bahwa dia bisa beradaptasi dengan baik menyesuaikan kultur tanaman di lingkungannya. Inilah pelajaran pertama yang bisa kita petik, kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan di mana kita berada, kita harus bisa menyesuaikan dengan kultur budaya masyarakat setempat. Kita mungkin memiliki perbedaan, namun alangkah baiknya bila perbedaan itu tidak kita tonjolkan dan kita berusaha menyatu dalam kesatuan dengan masyarakat.

Akibat berpengaruh terhadap perubahan warna sirih merah. Maka tanaman sirih hijau kami, kami musnahkan. Tidak lain dikarenakan khasiat sirih merah lebih banyak daripada sirih hijau. Selain itu, harga ekonomisnya lebih tinggi dan kami telah susah payah merawatnya agar tumbuh besar. Sekedar informasi, banyak yang bercerita bahwa harga tanaman sirih merah ini dihitung melalui daunnya. Setiap lembar daun dihargai Rp 5.000,00 sehingga rumus harga tanaman sirih merah ini adalah: banyaknya daun x Rp 5.000,00. Namun demikian, kami tidak berniat mengkomersialkannya. 

Setelah tanaman sirih hijau kami hilangkan, tanaman sirih merah ini kembali kepada kodratnya, kembali memerah. Tanaman ini sering dipetik daunnya oleh ibu saya untuk dikonsumsi sebagai obat. Beberapa tetangga dan saudara juga sering mengkonsumsinya, juga untuk obat. Tanaman sirih merah ini rasanya sangat pahit. Cara mengkonsumsinya adalah dengan memetik 3 atau 5 helai daun, kemudian direbus dengan air 3 gelas menjadi 1 gelas air saja. Untuk pengobatan rutin, bisa diminum 2x sehari, pagi dan sore. Ada peraturan yang menyebutkan, mengkonsumsinya harus kelipatan ganjil. Saya sendiri tak mengerti apa alasannya?

Saya sendiri pernah mencoba mengkonsumsinya. Saya petik 1 helai daun yang berukuran kecil kemudian saya rebus dengan 3 gelar air dan saya jadikan 1 gelas air. Ketika saya mulai meminumnya, ternyata rasanya benar-benar pahit. Untuk menghabiskannya, saya terpaksa minum sirih merah ini dengan disertai makan kerupuk udang agar tidak kepahitan. Mungkin baru kali ini ada orang minum jamu pakai kerupuk, biasanya kan pakai madu atau telur. Namun ternyata efeknya luar biasa. Pada malam hari saya minum, kemudian tidur, maka pagi harinya badannya saya terasa ringan dan sangat segar. Ini berarti tanaman ini juga berfungsi untuk melancarkan peredaran darah.

Tanaman ini saat ini telah tumbuh menjalar hingga ke atap rumah. Beberapa kali sudah tanaman ini kami potong. Namun tanaman ini seperti membandel. Meski berulang kali dipotong, tanaman ini tetap tumbuh dengan pesat dan lagi-lagi mencapai atap rumah kami. Selain itu, tanaman ini punya keunikan lain, semakin besar daunnya pun semakin lebar.

Saya sendiri tidak mengerti dengan fenomena tumbuh kembang tanaman ini. Maklum saja, saya bukan ahli botani. Lagi-lagi saya hanya ingin berprasangka positif pada tanaman ini. Saya  menganggap tanaman ini mempunyai semangat yang tinggi untuk bisa membantu manusia, sehingga meski berulang kali dipotong,  tanaman ini kembali tumbuh dengan pesat.

Sebagai pembanding, kami juga memiliki tanaman yang sejenis dengan sirih merah, yaitu keladi air. Tanaman ini memiliki banyak kesamaan dengan sirih merah. Berdaun hati, tumbuh menjalar, terdapat akar di setiap pangkal daunnya, bisa dikembangbiakkan dengan teknik merunduk, serta semakin besar maka daunnya juga semakin lebar. Perbedaanya hanya terletak pada kecepatan tumbuhnya. Tanaman ini kami tanam di pinggir kolam. Beberapa tahun yang lalu, tanaman ini juga sempat tumbuh mencapai atap rumah kami. Karena terlalu rimbun dan merusak cat dinding rumah kami, maka tanaman ini kami potong. Hingga sekarang tanaman ini belum bisa tumbuh besar lagi, panjangnya masih sekitar 1 meter, padahal tanaman sirih merah kami telah merajalela memenuhi kawat-kawat yang kami pasang sebagai media menjalarnya, bahkan telah melampaui hingga mencapai atap rumah.

Perbedaan mencolok dua tanaman sejenis ini patut didiskusikan atau bahkan diteliti. Mungkin bisa menjadi obyek skripsi bagi teman-teman yang kuliah di jurusan yang sesuai dengannya. Namun saya beranggapan bahwa tanaman sirih merah cepat tumbuh karena daunnya sering dipetik untuk dijadikan obat bagi manusia. Sementara daun keladi air tidak pernah dipetik untuk mengobati manusia. Dari fenomena ini, seakan-akan tanaman sirih merah ingin memberitahukan kepada kita bahwa dia sebagai tanaman mempunyai semangat yang tinggi untuk membantu manusia. Kenapa kita yang manusia terkadang masih enggan untuk membantu sesama?

Sekali lagi ini hanyalah argumen pribadi saya, pasti ada teori botani yang bisa menjelaskannya. Jika belum ada, maka layak diteliti. Atau mungkin ada diantara teman-teman yang ingin menguji hipotesis saya? Tapi dibalik semua itu, lebih baik kita mengambil sisi positifnya saja. Dunia ini menyimpan banyak ilmu dan pelajaran. Kita tidak perlu ragu atau malu untuk belajar dari alam. Bukankah bentuk helikopter dan pesawat meniru bentuk capung dan burung? Bukankah pondasi untuk pilar-pilar gedung meniru bentuk cakar ayam?

Pelajaran positif yang dapat kita petik dari pengalaman hidup sirih merah ini adalah kita harus bisa beradaptasi dengan lingkungan di mana kita berada dan kita harus punya kemauan serta semangat yang tinggi untuk membantu dan menolong siapapun yang membutuhkan. Kita pun harus mengingat hadits Rasulullah saw. yang menyebutkan bahwa sebaik-baik manusia adalah manusia yang paling banyak manfaatnya bagi sesamanya.

Rasulullah bersabda,
“Orang beriman itu bersikap ramah dan tidak ada kebaikan bagi seorang yang tidak ramah. Dan sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia.” (HR. Thabarani dan Daruquthni)

So, sirih merah saja sudah membuktikan manfaatnya pada kita. Sekarang giliran kita membuktikan bahwa kita tidak hanya bisa bernafas, tapi bisa bermanfaat juga bagi sesama. Ok?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar