Sabtu, 29 Oktober 2016

Paragon, 6 Oktober



 
Di salah satu sudut Paragon, bersualah dua insan yang tengah mencari jatidirinya. Lhoh, emang jatidirinya pada di taruh di mana? Ya, di Jatingalehlah… Hahaha…

Bukan-bukan, dua insan yang terpisahkan karena perbedaan Bapak dan Ibu tadi, sebenarnya sedang membangun mimpinya masing-masing. Mimpi yang cukup tinggi, mimpi yang perlu keyakinan diri.

Keduanya pernah mengalami masa yang begitu dekat dengan gemerlap kehidupan. Iyalah gemerlap, orang lampu kamarnya konslet, byar… pet… byar… pet… terus. Hahaha…

Di Paragon, mereka menyusun lagi puing-puing mimpi yang terserak, layaknya lego yang jatuh berantakan dihantam kaki-kaki yang melangkah tanpa kepedulian. Jiaah… bahasanyaa… bias buat “nggotek” pesawat tuh…

Ya, pada akhirnya mereka menyadari bahwa suatu rumah itu perlu atap, tiang, dan pondasi. Maklum selama ini mereka menganggap rumah itu cukup sebuah kubah sederhana, layaknya kurungan ayam atau rumah Patrick. Woooy… Penuliiis… Banguuuun!!! Jangaaan Ngigauuu…!!!

Kaleeem Cooy… Jika rumah diibaratkan sebagai sebuah tujuan besar dalam hidup, maka rumah memerlukan mimpi yang menjulang. Mimpi yang indah. Mimpi yang menunjukkan karakter dan eksistensi empunya. 

Lalu untuk mendukung atap, maka diperlukan tiang-tiang yang kokoh. Tiang-tiang ini berupa rangkaian usaha keras nan rapi dari empunya. Mustahil dengan usaha yang minimal dan asal-asalan, mampu menyokong atap yang indah.

Pondasi adalah dasar dari sebuah bangunan. Punya peran yang vital meski tidak telihat. Tanpa pondasi yang kuat, bangunan di atasnya tak akan berarti dan akan mengalami kehancuran. Lalu apa yang dimaksud pondasi dalam konteks di sini? Batu, besi,pasir, dan semen? Salah!

Pondasi di sini ialah kekuatan spiritual. Hubungan antara seorang hamba dengan Sang Pencipta yang dijewantahkan dalam bentuk rangkaian ibadah dan doa. Seberapa kuat pondasi bisa dibangun sangat bergantung pada kekuatan batu dan semennya. Dalam hal ini, ialah ibadah dan doanya.

Namun diluar itu, ada satu sikap atau pandangan yang sama, diambil oleh keduanya, yaitu tawakal.  Tawakkal ialah merupakan sikap menyerahkan keputusan kepada Sang Pengatur setelah berjerih payah dalam berusaha. 

Mereka masih menggantung tinggi mimpi mereka. Namun kali ini diberi kerekan. Lhoh… Apa maksudnya?
Maksudnya,setiap orang berhak untuk mencanangkan mimpi yang tinggi. Namun mimpi itu harus terukur. Layaknya mengibarkan bendera Merah Putih, usahakan lagu dan bendera bisa sampai di atas dengan bersamaan. Tidak ada yang saling mendahului atau mencurangi.

Untuk itu tinggi tiang bendera juga harus menyesuaikan dengan panjang lagu. Tidak mungkin menggunakan tiang yang setinggi Monas atau Eiffel. Karena pengibaran bendera itu memakai lagu kebangsaan, bukan sinetron Tukang Bubur atau Tersanjung. Hahaha... Makin ngaco aja neh penulisnya...

Membangun mimpi memang harus terukur dengan kemampuan empunya. Bahasa ilmiahnya, realistis. Soalnya kalau Real Madrid artinya terus bermimpi bisa juara La Liga lagi. Hahaha...

Kembali ke tawakal, kedua insan berlainan rupa ini (yaiyalah, kalau sama berarti kembar),sejujurnya tak terlalu berharap banyak pada apa yang tengah dikerjakan.

Mereka hanya mengerjakan apa yang mesti dikerjakan. Mengupayakan yang terbaik menurut benaknya masing-masing. Lalu mereka menyerahkan proposal usahanya kepada Sang Pengatur.

Beberapa waktu berselang, mereka secara bergantian mendapatkan kabar yang mampu mengerakkan otot bibirnya ke atas. Seperti tubuh dan bayangan, mereka akan memulai langkah di waktu yang bersamaan.
6 Oktober. Hanya berselang sehari dari HUT TNI. Hari yang tidak istimewa sampai mereka sadar, bahwa mereka telah mengarungi persahabatan yang istimewa sekian lama. 

Hari itu, mereka membuang kepingan lego masa lalu yang telah bengkok, patah, dan tergores. Lalu menyusun lagi lego sesuai mimpi mereka masing-masing, dengan konsep yang jauh lebih baik, namun realistis.

Hari itu, 6 Oktober di Paragon. Mall yang katanya paling bagus di Semarang, tapi menurut mereka biasa saja. Karena yang luar biasa istimewa, ada dalam persahabatan mereka. Cieeee....

Sekian cerita aneh dari penulis. Ngerti, alhamdulillah. Nggak ngerti, juga alhamdulillah. Pokoknya bersyukur. Hehehe...

Rabu, 27 Juli 2016

Wisata Religi di Semarang


Semarang merupakan sebuah kota yang terletak di pesisir utara Pulau Jawa sekalgus menjadi ibukota provinsi Jawa Tengah. Letaknya yang berada di daerah pesisir, membuat kota ini sejak zaman dahulu disinggahi oleh banyak pendatang. Ini membawa dampak pada beragamnya etnis maupun budaya yang tumbuh di Kota Semarang. Apalagi di zaman kolonial, kota Semarang menjadi salah satu pusat pemerintahan. Sehingga jangan heran apabila anda menjumpai bangunan eksotis berasitektur eropa di sudut kota ini.

Ketika anda berkunjung ke Semarang, mungkin hal yang pertama mengemuka di benak anda adalah, “Mana nih tempat yang asyik buat jalan-jalan di Kota Semarang?”

Tak perlu risau jika anda ingin bertamasya di Kota Semarang karena terdapat banyak destinasi wisata yang pasti menarik untuk dikunjungi.

Keberagaman etnis di kota Semarang membuat anda serasa mengunjungi beberapa negara sekaligus saat berada di Kota Semarang. Oleh karena itu, tema yang paling tepat diusung ketika anda berkunjung ke Semarang adalah wisata budaya atau wisata religi.

Berikut ini penulis sajikan tempat-tempat yang wajib dikunjungi di Kota Semarang karena keunikan dan keeksotisannya.

1.      Gereja Blendug

Gereja Blendug merupakan bangunan peninggalan kolonial Belanda yang terletak di kawasan Kota Lama Semarang. Dekat sekali dengan stasiun Tawang Semarang. Gereja ini merupakan gereja tertua di Jawa Tengah. Bagian atapnya yang menyerupai kubah masjid membuat gereja ini diberikan nama Gereja Blendug oleh masyarakat. Nama asli Gereja Blendug sebenarnya adalah G.P.I.B Immanuel.

Bangunan ini kental sekali dengan arsitektur eropa sehingga membuat anda tak menyadari jika anda masih di Indonesia. Fisik bangunannya sendiri berbentuk hexagonal atau bersegi delapan dengan kubah yang terbuat dari logam tembaga. Temboknya tebal dan kokoh layaknya bangunan eropa pada umumnya.

Di sampingnya terdapat Taman Sri Gunting yang juga tak kalah menarik. Keduanya menjadi spot menarik untuk berfoto bahkan untuk pre wedding sekalipun. Apalagi jika anda mengunjunginya ketika malam. Cahaya temaram dari lampu-lampu taman dan lampu jalan membuat tempat ini kian terasa eksotis.






2.      Klenteng Sam Poo Kong

Klenteng Sam Poo Kong terletak tidak jauh dari Tugu Muda maupun dari Bandara Ahmad Yani Semarang. Klenteng yang didominasi warna merah dan berserakan lampion ini membuat anda akan merasa seperti di negeri Tirai Bambu. Merupakan spot yang pas untuk memuaskan nafsu berselfie ria.

Klenteng ini memiliki beberapa altar dan terdapat patung Cheng Ho dalam ukuran raksasa. Di dalamnya terdapat gua batu dan sumur peninggalan Cheng Ho. Terdapat pula ukir-ukiran di dinding bagian dalam yang menceritakan perjalanan Cheng Ho. Sayangnya, tidak semua orang bisa masuk ke dalam maupun ke altar karena dikhususkan buat mereka yang berdoa saja. Sedikit cara agar bisa masuk adalah dengan membeli dupa terlebih dahulu.

Sam Poo Kong atau Cheng Ho sejatinya merupakan seorang Laksmana yang berasal dari China dan beragam Islam. Dalam pelayarannya, ada awak kapalnya yang sakit sehingga ia memutuskan singgah di Kota Semarang.

Cheng Ho sendiri sebenarnya termasuk penyebar agama Islam pada masa itu. Namun keadaannya berubah seratus delapan puluh derajat sekarang. Klenteng Sam Poo Kong justru menjadi tempat beribadah etnis Tionghoa yang beragama Kong Hu Cu. Namun sisi positifnya adalah ketika ada perayaan Imlek maupun hari besar etnis China lainnya, banyak festival diadakan di sini, tak terkecuali Barongsai.
                   
                                                                                  
3.      Masjid Agung Jawa Tengah

Masjid Agung Jawa Tengah merupakan salah satu masjid yang tidak hanya megah, tetapi juga indah. Masjid ini memadukan arsitektur Jawa, Arab, Yunani, dan Romawi. Berada di jalan Gajah, masjid ini bisa ditempuh dari Simpang Lima yang merupakan Landmark Kota Semarang dalam waktu 20 menit saja.

Ketika anda datang ke sini, pasti mata anda akan langsung tertuju pada enam buah payung hidrolik ala Masjid Nabawi. Ya, payung hidrolik memang menjadi salah satu keunikan dan daya tarik dari Masjid Agung Jawa Tengah. Namun ternyata payung tersebut bukan sekedar sebagai alat peneduh, melainkan mempunyai makna untuk melambangkan Rukun Iman yang berjumlah enam.

Terdapat pula kaligrafi ayat Al-Qur’an yang melingkar indah disangga dua puluh lima pilar yang berada di pelatarannya. Bentuknya mengingatkan kita pada Colesseum yang ada di Roma. Pilar-pilar itu sendiri melambangkan jumlah Rasul dalam agama Islam yang berjumlah dua puluh lima orang. Masih di area pelataran, terdapat kolam dengan air mancur yang berjumlah lima melambangkan lima Rukun Islam. Sedangkan sembilan air mancur yang terdapat di sepanjang jalan masuk masjid dari jalan raya melambangkan sembilan Walisongo. Penyebar agama Islam di Pulau Jawa.
 
Atap Masjid Agung Jawa Tengah merupakan perpaduan antara arsitektur Jawa dan Arab. Ciri khas arsitektur Jawa terlihat dari atap genteng yang bertingkat tiga, yang melambangkan tiga pokok ajaran Islam, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Bedanya dengan masjid jawa lainnya adalah atap tertinggi masjid ini berupa kubah (bukan genteng) dan dikelilingi empat menara layaknya Masjid Nabawi.

Oya, jangan sampai anda melewatkan untuk naik ke menara Al-Husna yang berada di sisi luar masjid. Menara ini mempunyai ketinggian 99 meter yang melambangkan Asmaul Husna. Di dalamnya terdapat teropong yang berfungsi untuk melihat hilal dalam penentuan awal puasa dan hari raya Idul Fitri. Anda pun bisa untuk mencobanya. Dari menara, anda juga bisa melihat keindahan Kota Semarang. Yang pasti, anda akan menemukan banyak spot menarik di masjid ini untuk didokumentasikan sebagai kenang-kenangan.


4.      Pagoda Avalokitesvara

Pagoda Avalokitesvara merupakan Pagoda Budha tertinggi dan terindah di Indonesia. Pagoda ini terdiri dari tujuh lantai. Keseluruhan tingginya mencapai 45 meter. Pagoda ini terletak di tepi jalan utama Semarang – Solo. Persis di depan markas Kodam IV Diponegoro Semarang.

Ketika anda mulai masuk area pagoda, anda akan disambut pita-pita lucu warna merah yang digantung di daun-daun pepohonan. Di area Pagoda, anda juga akan menemukan banyak patung Dewi Kwam Im dan Patung Budha dalam berbagai pose yang menarik. Termasuk patung Dewi Kwam Im menghadap ke arah empat mata angin yang dipercaya untuk menebarkan welas asih ke segala penjuru. Anda boleh percaya atau tidak, kembali pada keyakinan masing-masing. Namun yang pasti, Anda jangan sampai kalah dari mereka untuk berpose menarik dalam jepretan kamera.

Secara fisik, pagoda ini berbentuk segi delapan. Tiang-tiangnya dihias dengan ukiran naga yang sangat mempesona. Bahkan tangga menuju pagoda pun tak luput dari ukiran tersebut. Tak ketinggalan, puluhan lampion menggantung di tiap langit-langit pagoda. Nuansa negeri China benar-benar akan menyelimuti anda. Jika anda masih ingat dengan film Kera Sakti, pagoda ini sangat mirip dengan pagoda yang ada di film tersebut

Di sekitar pagoda, terdapat beberapa bangunan, diantaranya Vihara Dhammasala, kolam ikan koi, patung kura-kura, batu berbentuk gong (cikal bakal daerah tersebut dinamakan watugong) maupun gazebo. Dari sejumlah bangunan tersebut, yang menjadi daya tarik kedua tentunya Vihara Dhammasala. Vihara Dhammasala terdiri dari dua lantai. Lantai pertama difungsikan sebagai aula sedangkan lantai kedua digunakan untuk beribadah umat Budha. Di dalamnya terdapat patung Budha berwarna emas dan disertai ukiran-ukiran menarik yang menceritakan perjalanan hidup manusia hingga ke akhir hayat.

            Itulah empat pilihan tempat wisata menarik nan unik di Kota Semarang. Khususnya bagi mereka yang senang mengenal beragam budaya atau sekedar mencari tempat yang mengesankan untuk berselfie dan dipajang di berbagai media sosial yang anda punya.

Kota Semarang tentu masih memiliki beragam tempat menarik lainnya yang akan sangat sayang apabila tidak anda kunjungi. Penulis akan mengulasnya lebih lanjut dalam kemasan dan tema yang berbeda tentunya. Yang pasti, anda harus mulai menyiapkan jadwal, pakaian, kamera, dan tentu saja budget serta tiket untuk dapat segera menikmati keeksotisan Kota Semarang. Tak perlu membawa dompet tebal karena tempat wisata di Semarang karcis masuknya murah dan oleh-olehnya pun terjangkau harganya. Masihkah anda akan melewatkan sensasi berada di banyak negara dalam satu kota? Kami tunggu kedatangan anda.




Maturnuwun. Sugeng Rawuh.

Kamis, 23 Juni 2016

Rawamangun, 25 Mei




Rawamangun, 25 Mei
Tentang persahabatan, tentang harapan
Tentang keceriaan, tentang impian

Rawamangun, 25 Mei
Bongkahan waktu yang mudah dilupakan
Karena lidah begitu kegatalan

Rawamangun, 25 Mei
Tak lebih dari dongeng masa lalu
Yang layu tersapu waktu

Rawamangun, 25 Mei
Hanyalah kisah usang
Pemulung pun enggan memungutnya

Rawamangun, 25 Mei
Tak akan pernah terjadi lagi
Dan tak mungkin terulang lagi

Selasa, 16 Februari 2016

Cerita Betadine



 
            Sore menjelang maghrib, Andi pulang ke rumahnya dengan terisak dan meringis kesakitan. Lututnya terluka akibat jatuh saat bermain bola. Ia dijegal oleh Tarjo, teman bermainnya saat sedang menggiring bola ke arah gawang tim Tarjo. Sial bagi Andi, lututnya menjadi pijakan saat terjatuh. Akibatnya, gesekan dengan lapangan plesteran tak terelakkan. Yaph, mereka bermain bola di lapangan bulutangkis yang memang plesteran, bukan di lapangan rumput yang memang untuk sepakbola. Maklum, mencari tanah lapang untuk bermain anak di perkotaan sudah semakin sulit.

            “Andi, kenapa kamu  menangis?” tanya Ibu Andi khawatir mendengar anaknya pulang dengan mendesis dan mengaduh.

            “Jatuh Ma saat main bola” jawab Andi lirih sambil menahan sakit yang masih saja berkutat di kakinya.

            “Buruan diobati Ndi! Biar enggak infeksi!” seru Ibu Andi dengan ekspresi sedikit ngeri dengan luka yang menimpa anaknya.

            “Ini revanol, betadine, dan kapas. Kamu bersihin lukamu itu pakai revanol dulu baru kamu  teteskan betadine.” lanjut Ibu Andi memberikan tutorial pengobatan kepada buah hatinya.

            Andi lalu membuka tutup revanol dan menuangkannya pada selembar kapas. Dengan perlahan  ia tempel-tempelkan pada luka di lututnya. Sesekali ia usap dengan sangat hati-hati. Wajahnya meringis menahan perih meski sebenarnya revanol cenderung dingin ketika mengenai luka.

            Usai ia basuh lukanya dengan revanol, ia teteskan  betadine. Sempat ragu karena takut terasa perih, namun akhirnya ia teteskan juga. Betadine meski mengandung yodium seperti obat merah, namun meminimalkan rasa perih ketika diteteskan. Setelah tetesan yang ketiga, ia tutup kembali betadine itu. Lalu ia tiup-tiup lukanya. Entah apa maksudnya. Mungkin dengan ditiup, ia berharap lukanya jadi cepat kering.

            “Andi, kenapa kamu bisa terluka seperti itu ndi?” tanya Betadine penasaran.

            “Biasa Din. Jatuh waktu main bola.” sahut Andi sekenanya.

            “Kamu kan udah biasa main bola. Kok masih aja jatuh sampai terluka seperti itu?” tanya Betadine yang heran sebab terlampau sering Andi terluka sehabis bermain bola.

            “Ah pertanyaanmu ngaco Din. Siapa juga sih yang ingin terluka. Ini kan tidak sengaja.” jawab Andi kesal dengan nada yang meninggi.

            “Hahaha... Maaf Ndi! Aku kan nggak pernah main bola.” balas Betadine enteng.

            “Makanya kalau tidak tahu, jangan gampang memvonis!” cerocos Andi dengan sisa-sisa kekesalannya.

            Lebay ah Ndi. Kayak sinetron aja.” sahut Betadine yang ganti kesal.

         “Bodo!” balas Andi singkat yang nampak enggan menanggapi komentar-komentar yang semakin aneh dari Betadine.

***

            Hari-hari Andi kini dilalui dengan aktivitas yang sama setiap pagi dan sore harinya. Persis setelah mandi, ia membasuh lukanya dengan revanol menggunakan kapas lalu meneteskan betadine di atasnya. Tak lupa ia tiup-tiup lukanya setelah sesi pengobatan selesai.

            “Din, makasih ya! Kamu udah setia dan sabar mengobati aku. Sekarang lukaku udah mulai mengering. Kalau kamu tidak ada, mungkin lukaku masih menganga.” curhat Andi setelah diobati betadine untuk yang kesekian kalinya.

            “Sama-sama Andi. Sebenarnya yodiumku cuma memotivasi sel dan jaringanmu untuk membentuk yang baru buat menggantikan yang terluka. Kuncinya ada di kesungguhan sel dan jaringanmu sendiri. Jika sel dan jaringanmu enggan membentuk yang baru, kamu tetesin aku berliter-liter tetap tidak akan sembuh.” balas betadine dengan merendah.

            “Iya sih, Tapi tetap itu berkat kamu Din.” timpal Andi dengan ngotot.

            “Ah kamu Ndi. Aku kan jadi malu.” kata Betadine dengan senyum tersipu-sipu.

Andi pun tertawa mendengarnya.

***

            Seminggu berselang,  lutut Andi yang terluka telah  mengering. Bekas lukanya telah mengeras berwarna kehitaman. Di sela-selanya telah mengintip kulit baru yang berwarna merah muda.  Meski begitu, ia belum sembuh benar. Kakinya belum bisa buat diajak berjalan cepat maupun berlari. Namun demikian, ia telah merapikan revanol, kapas, dan betadine kembali ke kotak P3K. Menemani perban kembali yang memang tidak dikeluarkan untuk pengobatan Andi. Dengan begitu, pengobatan untuk luka Andi telah dicukupkan.

            Seminggu kemudian, luka Andi benar-benar telah sembuh. Ia mulai tampak riang dan beraktivitas seperti sedia kala. Namun tak lagi ia melirik kotak P3K tempat sahabat-sahabatnya saat terluka. Apalagi untuk menyapa mereka. Kotak P3K itu pun kini mulai berdebu.

            “Din, si Andi keterlaluan ya. Masak dia nggak pernah menengok kamu lagi, mencari kamu, padahal kamu kan udah berjasa banget buat dia, udah menyembuhkan lukanya.” komen perban menggunjingkan Andi.

            “Ssst... kamu nggak boleh ngomong gitu Per! Kalau dia nggak mencari aku, itu baik. Artinya nggak ada luka yang kambuh atau luka baru lagi.” tegas Betadine pada perban untuk menepis komentarnya tentang Andi.

            “Tapi jujur Per, aku juga kangen saat Andi mengaduh dan merintih ketika aku obati. Saat dia bercerita tentang lukanya dan pesimis akan kesembuhannya. Tingkahnya yang terus meniup lukanya meski aku bilang tidak akan berpengaruh, tapi tetap saja dilakukan. Saat dia memegang lukanya yang mulai mengering dan bersemangat menceritakan apa hal yang akan dilakukan ketika sudah sembuh.” curhat betadine mengenang saat-saat bisa begitu dekat dengan Andi.

            “Eh, aku kok jadi jahat gini.” ralatnya sedetik kemudian.

            “Tapi tetap harusnya Andi mencari kamu Din. Paling tidak, sekedar menyapa. Tidak terus meninggalkan begitu saja setelah sembuh. Nanti gilliran terluka, baru nyariin kamu lagi.” timpal Perban yang masih menyesalkan sikap Andi kepada Betadine.

            “Per, kalau dia cari aku buat apa? Aku mau dijadikan pengganti kecap buat teman dia makan karena warnaku mirip kecap? Nggak kan?! Ada-ada aja kamu Per.” balas Betadine dengan bijak.

            “Per, kalau masalah menyembuhkan lukanya memang sudah jadi tugasku. Yang salah itu, kalau dia terluka, aku tidak berusaha menyembuhkannya.” tambah Betadine lagi memperkuat penjelasannya sebelumnya.

            “Tapi tahu nggak kamu Din, Andi bermain sama bola lagi. Tiap hari dia dibawa mulu. Padahal, gara-gara dia Andi terluka. Kamu yang justru mengobati, malah dicuekin.” papar Perban dengan agak sewot.

            “Ya wajarah Per, anak seusia dia main bola. Nanti kalau dia sudah agak besar, mainannya beralih ke laptop kayak kakaknya. Tidak ada yang salah Per. Tidak ada juga yang perlu dipermasalahkan.”  terang Betadine lebih rinci kepada Perban dengan diawali menghela nafas terlebih dulu.

            “Ah kamu Din! Diperlakukan seperti itu masih saja bersikap baik.” seloroh Perban yang keheranan dengan sikap yang ditunjukkan Betadine.

Padahal dia yang cuma melihat tingkahnya Andi saja sudah merasa kesal.
            “Ah, berisik kamu Per! Ganggu aja obat mau istirahat.” ganti Betadine kini yang berseru kesal kepada Perban.

            “Yee... dibilangin malah kayak gitu! Awas yaa!” sahutnya kesal karena dibilang berisik oleh Betadine.

***