Minggu, 24 Januari 2016

Analogi Sekitar, Belajar dari Sebuah Jam


Hidup ini seperti film. Ada cerita dalam setiap masa. Kadang di suatu titik waktu, sengaja atau tidak, kita melakukan preview atas peristiwa di masa lalu.

Segala macam rasa, mulai dari senang, sedih, tawa, marah, kecewa, ragu, dan cemas tak ubahnya merah, jingga, kuning, hijau, biru, dan ungu dalam pelangi. Mereka berselfie bersama dan nampak indah di langit. Warna-warna yang sebenarnya hanyalah uraian dari satu warna, yakni putih. Sama halnya dengan segala rasa yang kita alami. Semuanya mengkerucut pada satu hal, yakni hidup.

Jika kita bisa memaknai setiap peristiwa yang terjadi, tentu kita tak perlu gelisah. Senang sedih dalam hidup seperti halnya nada rendah dan tinggi yang terharmonisasi dalam sebuah lagu. Akan sangat membosankan pastinya jika sebuah lagu hanya terdiri dari satu nada saja. Bersyukurlah dengan apapun yang terjadi pada diri kita karena itu merupakan penggalan nada yang membuat hidup kita kelak terdengar indah.

Apa yang telah kita lalui tak jauh beda dengan buku ulangan harian saat SD. Ada nilai-nilai dengan beragam angka. Ada lembaran dengan banyak coretan merah dan ada lembaran yang tanpa coretan. Kita hanya bisa memandanginya sekarang tanpa bisa mengubahnya.

Sementara hidup hari ini adalah lembaran kosong yang akan kita tentukan goresan seperti apa untuk mengisinya. Esok masih gelap karena kita tak pernah tahu apa esok kita masih terjaga? Namun merangkai mimpi atau menyiapkan sesuatu untuk hari esok sangatlah dianjurkan.

Ada satu titik di mana kita terpaksa berhenti melihat ke belakang. Tertegun dan mungkin diikuti dengan kesedihan serta penyesalan. Tidak salah, tapi coba lihat ke titik yang lain di mana kita pernah bangga dengan diri kita dan apa yang kita lakukan. Ya, alangkah baiknya jika kita bersedih, kita lihat jam dinding yang ada di rumah kita. Lihat berapa banyak waktu yang kita habiskan hanya untuk bersedih?

Waktu kita, hidup kita, terlalu berharga untuk dihabiskan hanya untuk bersedih. Ingatlah bahwa kita pernah berbuat sesuatu yang luar biasa dan pastikan bahwa kita masih bisa melakukan itu sekarang. Melakukan hal positif untuk hidup kita dan untuk orang banyak.

Tirulah jarum jam. Dia akan terus berputar maju meski melewati angka yang sama. Dia tidak berhenti kecuali baterainya habis. Artinya apa? Kita tak akan pernah bisa menghapus kenangan tapi kita bisa beranjak dari kenangan.

Diri kita bukanlah komputer yang bisa kita hapus chache-nya. Kita juga tak mungkin merestart diri kita layaknya bermain game saat kita sudah mau mati.

Kita adalah mahluk yang bisa berpikir dan bisa merasa. Kita tidak dikendalikan program layaknya komputer. Kitalah yang harus bisa mengendalikannya. Mengendalikan keadaan yang kita jumpai. Mengendalikan keadaan di sekitar kita.

Jangan pernah merasa minder. Setiap kita punya kualitas. Kualitas seperti apa? Hanya diri kita sendiri yang tahu. Bergeraklah seperti jarum jam. Jangan terlalu lama berhenti sehingga waktu meninggalkanmu.

Mungkin kita pernah terluka parah. Cerita hidup bahkan tega membanting kita berulang kali. Membawa kita dalam situasi terjepit. Tapi percayalah kawan, itu bukan akhir. Kita hanya perlu lebih meyakinkan diri kita. Kita ini mampu. Kita ini sangat kreatif. Ya, seperti cerita di Dragon Ball di mana setelah terluka parah dan terdesak justru bisa menjadi Super Saiya yang kuat. Kita pun harus demikian. Mengalahkan rasa takut yang ditimbulkan lingkungan kita ataupun diri kita sendiri. Lalu meraih apa yang kita inginkan.

Optimislah kawan. Allah telah menggaransi bahwa sesudah kesulitan ada kemudahan lewat surat Al-Insyirah ayat 6. Cayo!

***

Tulisan ini tak akan pernah ada tanpa inspirasi dari cerita-cerita sahabat-sahabat baikku, baik ketika kuliah maupun bekerja di Jakarta. Namanya kali ini tidak saya cantumkan agar tidak mengundang polemik. Hehehe. Tulisan yang seharusnya juga memotivasi penulisnya. Tapi....???

Menjalani tidak semudah menulis. Wkakakaka...