Sabtu, 04 April 2015

Warung Nasi Kucing, Warung Egaliter


            Warung nasi kucing atau sering disebut juga dengan nama kucingan atau angkringan jika di kota Yogyakarta, sejatinya merupakan warung sederhana dengan sebuah gerobak sebagai tempat menaruh beragam jenis makanan dan teko air. Dinamakan nasi kucing bukan berarti warung ini menyediakan daging kucing, melainkan karena porsi nasi yang disuguhkan menyerupai porsi nasi untuk memberi makan kucing.

            Menu nasi kucing biasanya adalah nasi pindang, nasi daging, nasi teri, nasi ayam namun semuanya dalam porsi yang mini. Sebagai pendamping, disediakan beragam jenis makanan, seperti gorengan, sate usus, sate bakso, sate kerang, paru, tempe dan tahu bacem, dan beragam makanan lainnya. Untuk minum, menu andalannya adalah susu jahe dan jahe hangat. Di samping tetap menyediakan minuman populer seperti teh manis dan kopi. Satu hal yang bikin bangga, makanan dan minuman yang tersaji semuanya fresh, asli buatan anak negeri, bukan impor.

            Warung ini banyak terdapat di pinggir-pinggir jalan. Buka dari jam empat sore hingga yang paling malam sampai jam dua dinihari. Pengunjung warung ini berasal dari banyak kalangan. Dari pelajar, mahasiswa, sopir bus atau truk, buruh pabrik, tukang batu, hingga karyawan-karyawan kantoran yang mentereng.

            Meskipun warung nasi kucing merupakan warung sederhana, berada di tempat yang sederhana, menjual makanan yang sederhana, tidak berarti warung ini hanya bernilai sederhana. Seperti pengunjung warung yang sudah saya sebutkan di atas. Berasal dari berbagai jenis profesi. Dari pekerja kasar sampai ke mereka yang bekerja kantoran. Mereka tetap makan makanan yang sama. Terkadang mereka berjejer duduk lesehan di atas terpal yang digelar ditrotoar atau area lapang disekitarnya.


            Lalu apa saja yang mereka lakukan? Tentu saja makan dan minum adalah hal yang pasti, sembari berbincang ngalor-ngidul tentang berbagai hal. Dari aktivitas mereka sehari-hari, rencana-rencana kecil mereka, sampai ke masalah pujaan hati. Namun ada beberapa hal yang hampir pasti tidak dilakukan di warung nasi kucing. Sangat mencolok bedanya jika dibandingkan dengan makan di tempat makan yang mentereng.

Lalu apa saja aktivitas yang berbeda itu? Yang pertama adalah selfie. Yang kedua tak jauh berbeda dari yang pertama, yaitu foto makanan. Serta yang ketiga adalah aktivitas iseng, seperti memandangi pengunjung lain yang kece.

Selfie di tempat makan adalah aktivitas yang kini lazim dilakukan setelah maraknya media sosial. Selfie biasanya dilakukan sebelum makanan datang, saat  makanan sudah datang, saat makan, dan setelah makan. Tak kalah ketinggalan adalah foto makanan. Biasanya aktivitas ini dilakukan setelah semua makanan yang dipesan terkumpul. Foto-foto itu kemudian diupload ke media sosial. Sedangkan untuk aktivitas memandangi pengunjung lain yang kece biasanya terjadi di tempat makan yang “wah”, di mana pengunjung yang datang telah berdandan maksimal.

Lantas mengapa aktivitas itu tidak terjadi di warung nasi kucing? Jawabannya sederhana. Karena sederhananya tempat mereka makan. Karena sederhananya menu makanan yang disajikan. Serta karena sederhananya dandanan pengunjung-pengunjung yang datang. Mereka biasanya mampir setelah pulang beraktivitas, meski tak jarang yang memang berniat ke warung nasi kucing saja.

Apa akibatnya? Akibatnya ialah mereka menjadi tidak sering-sering mengeluarkan HP yang mereka miliki, kecuali jika ada panggilan atau pesan. Hal ini tanpa disadari mempersempit jurang pemisah antara mereka yang mampu dan mereka yang biasa saja, antara mereka yang ber-HP bagus dan ber-HP biasa. Selain itu, dengan tidak adanya “obyek” menarik yang menjadi perhatian, otomatis perhatian tertuju kepada rekannya masing-masing.

Pada akhirnya aktivitas yang mereka lakukan pun sama, meski berasal dari kalangan yang berbeda. Dengan minimnya aktivitas menggunakan HP dan fokus pandangan yang tidak terbelah, maka berdampak positif pada meningkatnya intensitas obrolan diantara mereka. Tentu ini akan sangat baik untuk memupuk persahabatan menjadi lebih erat. Tak jarang ide segar atau rencana besar muncul dari obrolan sederhana, di tempat sederhana, dalam nuansa yang tenang di bawah payung malam yang meneduhkan.

Kawan, ada satu hal lagi yang perlu kita ketahui dengan lebih dalam. Sebenarnya apa motivasi orang-orang datang ke warung nasi kucing? Untuk makan atau minum? Yaph, sepertinya itu bukan jawaban yang salah. Tetapi ada hal yang lebih dari itu. Apa coba?

Mari kita telaah rencana-rencana. Orang yang malam-malam kelaparan tentu akan menemukan makanan yang mengenyangkan dan itu sulit dipenuhi di warung nasi kucing dengan porsi makannya. Dia bisa memilih makan di warung nasi goreng yang sama-sama buka malam hari. Orang yang ingin makan enak tentu tidak akan menjadi warung nasi kucing sebagai prioritasnya, tetapi bisa memilih warung seafood atau yang lainnya.

Lantas apa motivasinya orang-orang datang ke warung nasi kusing? Tak lain hanya untuk nongkrong. Warung nasi kucing dengan segala kondisinya memang layak untuk menjadi tempat nongkrong. Berada di tempat terbuka dengan tiupan angin yang sepoi-sepoi menciptakan suasana yang alami. Duduk lesehan sehingga menciptakan suasana kekeluargaan layaknya di rumah. Jauh dari hingar bingar musik jedag-jedug sehingga tiap obrolan lebih mudah dimengerti. Jauh dari nuansa hedonisme menjadikan tiap orang menjadi apa adanya. Berada di pinggir jalan yang mudah dijangkau dengan parkir yang tidak jauh dari tongkrongan. Waktu tutup yang bisa diulur sampai semua pengunjung pergi menjadi faktor kunci bersama harga makanan dan minuman yang terjangkau oleh kantong.

Dengan kondisi semacam itu, maka banyak orang menjadikan warung nasi kucing sebagai tempat tongkrongannya. Meski sebenarnya sebagian dari pengunjung itu mampu untuk nomgkrong di tempat yang lebih elite. Lagi-lagi keunikan nuansa di warung nasi kucing sebagai faktor pembedanya. Banyak hal yang lebih mengental di warung nasi kucing daripada di tempat yang lebih elite. Karena apa? Seperti yang tadi sudah saya jelaskan, karena di warung nasi kucing kita hanya fokus pada teman-teman kita sedangkan di tempat yang lebih elite, fokus kita bisa terbelah pada hal menarik lainnya yang terpampang di sana.

Warung nasi kucing, warung sederhana yang menanamkan nilai-nilai yang luar biasa. Orang dari berbagai kalangan boleh singgah, termasuk mereka yang jadi bos. Tetapi semuanya harus tunduk pada norma yang seolah-olah tumbuh di warung nasi kucing. Tidak ada kemewahan yang dipamerkan. Semuanya sederhana, harus sederhana. Semuanya sama, diperlakukan sama dan melakukan hal yang sama. Itulah mengapa saya menyebut warung nasi kucing sebagai warung egaliter, warung kesetaraan. Di samping istilah warung persahabatan yang layak juga disematkan ke warung seperti ini.