Rabu, 22 Januari 2014

Titik Hitam



Seorang Guru mengambil secarik kertas HVS putih dan sebuah spidol hitam. Kemudian dia membuat sebuah titik hitam di tengah-tengah kertas HVS dengan menggunakan spidol tersebut. Lalu dia menghampiri muridnya dan bertanya:

Guru:   “Nak, apa yang kamu lihat di kertas ini?”
Murid: “Sebuah titik hitam Bu.”
Guru:   “Yakin hanya sebuah titik hitam saja?”

            Sang murid lalu mengambil kertas dari tangan gurunya. Dia raba, dia bolak-balik, lalu dia amati kertas putih itu dengan seksama.

Murid: “Iya Bu, hanya ada sebuah titik hitam.”
Guru:   “Nak, yang benar adalah ada sebuah titik hitam kecil di tengah-tengah selembar kertas HVS putih. Kamu kalau mengamati objek harus secara keseluruhan yaa.”
Murid: “Iya Bu.”

***

            Sahabat, sering kita berpandangan seperti murid di atas. Melihat suatu hal, melihat suatu objek, hanya dari yang mudah dilihat, baru didengar, dan mudah diingat. Mengesampingkan hal-hal lainnya yang sebenarnya masih dalam kesatuan. Terkadang, informasi yang minim itulah yang kita sampaikan ke orang lain.

            Alangkah baiknya apabila informasi yang minim itu adalah hal positif sehingga bisa menutupi hal negatif yang ada pada suatu obyek. Namun sebaliknya, jika informasi minim itu adalah hal negatif dan menepikan banyak hal posiif yang ada padanya, maka itu sungguh ironis.

            Namun kenyataannya, lebih sering terjadi pernyataan yang kedua. Hingga muncul peribahasa Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga ataupun peribahasa Inggris Don’t Judge The Book by Cover.

            Dalam kehidupan nyata, kita ambil contoh pada apa yang dialami Aa’Gym. Semula dakwahnya begitu digemari namun ketika ia berpoligami dakwahnya lalu dijauhi. Orang yang tadinya dipuja menjadi dibenci. Padahal poligaminya dia sama sekali tidak merugikan jamaahnya karena itu merupakan hal yang bersifat pribadi. Agama pun tak melarang. Penyampaian dakwah beliau sebenarnya amatlah bagus dengan bahasa persuasif yang sangat lembut. Ini saya rasakan ketika membaca tulisan beliau dalam sebuah bulletin Sholat Juma’at pasca beliau berpoligami.

            Pada akhirnya, penyampaian informasi yang minim atau hanya berfokus pada hal negatif menjadi mula bagi pembunuhan karakter. Suatu tindakan yang lebih kejam dari pembunuhan fisik itu sendiri. Apalagi jika hal itu disampaikan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Orang akan menjadi lupa dengan apa yang pernah didakwahkannya. Yang tersisa adalah image “uztad kok berpoligami, kasihan istri pertamanya”.

            Pada kasus yang sedikit berbeda, yaitu mengenai serangan Amerika Serikat ke Irak dengan alasan Irak memiliki senjata pemusnah massal. Banyak negara yang setuju dengan argumen Amerika meski pada kenyataannya senjata pemusnah massal tidak pernah ditemukan di Irak. Mengapa bisa banyak negara percaya begitu saja pada Amerika?

            Kita kembali ke percakapan antara guru dan murid. Namun dengan menambah dua orang murid yang menjadi sahabat murid di atas. Satu murid duduk di sebelahnya dan satu lagi duduk di belakangnya. Murid kedua yang ada di sebelah murid pertama tentu melihat langsung kertas yang dibawa gurunya. Dia pasti juga memperhatikan saat murid pertama meraba dan membolak-balik kertas. Akhirnya, ketika dia ditanya gurunya, ia pun menjawab hanya ada titik hitam karena dia menganggap temannya telah meneliti dengan sungguh-sungguh. Murid ketiga yang berada di belakang murid pertama sebenarnya tidak terlalu melihat jelas dengan apa yang ada di kertas. Namun karena kedua sahabatnya telah menyatakan hanya ada titik hitam, maka dia pun menjawab hanya ada titik hitam.

            Pola seperti ini mirip dengan awal kejadian invasi Amerika ke Irak. Amerika dianggap sebagai negara yang paling tahu dengan segala teknologi canggihnya. Negara-negara sahabat Amerika lantas mengikuti tindakan Amerika dan ikut mensyiarkan bahwa Irak mempunyai senjata pemusnah massal. Negara-negara lain akhirnya ikut-ikutan percaya bahwa Irak mempunyai senjata pemusnah massal setelah disampaikan berulang-ulang oleh Amerika dan kroni-kroninya berikut potensi bahayanya.

            Kesimpulan apa yang diperoleh? Secara ilmu propaganda, isu yang disampaikan berulang-ulang lama-lama akan menjadi kebenaran. Kebenaran bersama oleh sekelompok orang yang percaya, mengikuti, dan menjaga isu tersebut. Terlepas isu tersebut benar atau tidak. Setelah Saddam Husein jatuh dan senjata pemusnah massal tidak ditemukan, tidak ada teriakan yang menyalahkan Amerika dan sekutunya, apalagi sanksi. Yang ada adalah kerugian yang dialami oleh masyarakat Irak, yang kini kehidupannya menjadi kacau balau.

            Hmm... Setelah berbicara terlalu jauh dan sedikit berputar-putar, sebenarnya apa sih yang ingin disampaikan penulis? Di sini, saya cuma mau mengajak agar kita bisa melihat suatu hal, suatu objek secara keseluruhan. Bukan dari yang mudah dilihat atau sering didengar saja, bukan hanya dengan memperhatikan satu sisi dengan mengesampingkan sisi-sisi yang lain. Lihatlah suatu objek secara utuh dan menyeluruh.

            Akhir kata, semoga tulisan yang agak ngelantur ini ada manfaatnya dan bisa menjadi bahan renungan. Atas perhatiannya, terima kasih.