Dari sekian banyak tulisan yang saya
tulis, mungkin ini satu-satunya tulisan yang saya dahului dengan penelitian. Yuph,
tulisan ini merupakan penggalan kecil dari skripsi saya. Berbeda dengan skripsi
yang harus baku, terikat dengan teori, definisi operasional, maupun
kaidah-kaidah lainnya, catatan ini saya tulis dengan gaya bahasa maupun cara
penyampaian yang khas ala saya. Saya juga enggan menggunakan analisis yang
rumit seperti skripsi, saya hanya ingin sedikit memberikan informasi dan
mengajak sedikit untuk menelaah terhadap fenomena yang terjadi. Mengingat
tujuan skripsi salah satunya sebagai bahan kajian bagi ilmu pengetahuan, maka
akan saya bagi apa yang saya peroleh di lapangan. Judul skripsi saya mungkin
kurang menarik karena hanya mengenai efektivitas pemanfaatan rumah susun, kalah
populis dibandingkan BRT, Fly Over, Waduk Jatibarang, Jamkesmas, dsb. Namun di
dalamnya terdapat fenomena-fenomena yang mungkin tidak pernah dibayangkan oleh
orang sebelumnya, mengenai pemanfaatan rumah susun. Yuph, inilah yang saya cari
dan saya coba gali. Selanjutnya, selamat menikmati dan mencermati fenomena yang
terjadi...
Rumah susun? Apa yang terbayang
ketika anda mendengar kata rumah susun? Kumuh, kotor, dan hanya dihuni oleh
masyarakat menengah ke bawah? Tidak salah. Beberapa rumah susun memang
demikian. Sedangkan untuk rumah susun yang saya teliti, tidak bisa sepenuhnya
dibenarkan pandangan seperti itu.
Baiklah, kita mulai mendeskripsikan
situasi yang ada di sana. Secara fisik atau konstruksi bangunan Rusunawa
Kaligawe tidak berbeda jauh dengan bangunan gedung B dan C Kampus FISIP.
Persamaannya terdapat dari pintu yang tipis, pegangan tangga maupun pagar
pembatas, maupun dari model bangunannya sendiri yang mirip. Bedanya jika gedung
B dan C hanya terhubung dibagian tengah, sedangkan di Rusunawa Kaligawe selain
terhubung di tengah, juga terhubung di kedua ujung. Bahkan kalau diperhatikan,
keramik yang digunakan di Rusunawa Kaligawe lebih baik daripada yang dipakai di
gedung B dan C.

Secara sosial, sebagian besar warga
di sana bekerja sebagai buruh pabrik, buruh pelabuhan, maupun sopir. Namun
tidak berarti bahwa warga yang tinggal di sana merupakan warga kelas menengah
ke bawah saja. Banyak juga yang berasal dari kalangan menengah ke atas.
Apa yang membuat saya bisa berkata
demikian? Baiklah, kita mulai perjalanan kita dari halaman rusunawa Kaligawe.
Pada hari minggu, tidak saja sepeda anak-anak kecil yang bermain di halaman
rusunawa, tidak saja motor-motor warga yang berseliweran, tapi juga mobil-mobil
mewah yang mulus parkir di sekelilingnya. Fenomena ini membuat saya heran,
mengapa orang yang punya mobil bagus mau tinggal di sini?? Bukankah untuk
sekedar kontrak rumah biasa jauh lebih murah daripada harga mobilnya?? Apalagi
di rusunawa tidak ada garasi, apa tidak takut mobilnya rusak karena sering
kehujanan atau hilang karena keamanan di sana kurang terjamin dengan kurangnya
pengamanan??
Beranjak
ke lantai 2 berisi hunian-hunian warga dan berlanjut ke lantai-lantai atasnya
hingga ke lantai 5. Penelitian saya yang mengambil sample dari warga memang
memaksa saya harus sering naik turun rumah susun untuk membagikan kuesioner.
Pembagian kuesioner sendiri saya lakukan dengan simple, yakni diberikan kepada warga
yang saat saya ke sana ada di rumah dan bersedia mengisi. Tiap lantai targetnya
ada 5 warga sehingga nanti terkumpul 80 hasil kuesioner dari 77 sample yang
dibutuhkan. Tiga sisanya untuk cadangan seandainya ada yang tidak terisi
lengkap.
Dari perjalanan ini, di mana ketika
saya dipersilahkan masuk ke dalam untuk memberikan kuesioner, secara tidak
sengaja saya pun melihat perabot-perabot penghuni rumah. Karena memang unit
yang disewa tidak luas, maka sebagian perabot di letakkan di ruang tamu yang juga
berfungsi sebagai ruang keluarga, ataupun di dekat ruang tamu. Beberapa perabot
yang cukup mengherankan saya yaitu, kulkas, tv plasma berukuran 29 inch, sofa
yang terlihat bagus dan mahal. Yang paling mengherankan tentu kulkas, gimana
bawanya ke atasa yaa?? Hehehe... Sementara ketika saya dipersilahkan masuk ke
rumah yang lain, di ruang tamunya tidak ada apa-apa, termasuk kursi ataupun
meja, hanya selembar tikar, dan tumpukan pakaian yang hendak di setrika.
Ketika saya berkunjung ke rumah warga dengan kondisi seadanya, saya justru
sering diajakin curhat. Penyewa rumah bercerita dengan lengkap keadaan di rumah
susun, beberapa kerusakan yang masih ada dan dirasakan, keluh kesahnya dengan
berbagai persoalan seputar rumah susun, terutama masalah sewa, iuran, dsb.
Hingga pada akhirnya mereka membuka tabir fenomena yang ada di rumah susun.
Ternyata banyak terjadi monopoli di rumah susun. Ada warga yang bisa memiliki 3
sampai 4 hunian, baik dalam satu blok maupun blok yang lain. Kemudian apa yang
dia lakukan dengan banyak hunian tersebut? Satu unit dihuni untuk dirinya
sendiri, yang lain bisa dikontrakkan, dikoskan, atau dijadikan investasi untuk
dijual izin sewanya kepada pihak lain. Ada pula yang bercerita bahwa ada warga
yang punya rumah di sana untuk “simpanannya”. Nah lo, malah jadi kayak gitu!
Kira-kira ini ada hubungannya nggak ya sama lebih banyak mobil di hari minggu
daripada di hari biasa??
Sementara dari pengakuan warga yang
kos di lantai 4, dia membayar kos sebesar Rp 225.000,00 padahal harga sewa tertinggi
di Rusunawa Kaligawe hanya Rp 150.000,00 sedangkan harga sewa untuk lantai 4
hanya sebesar Rp 100.000,00. Pengakuan warga lainnya menyebutkan bahwa kisaran
harga untuk membeli izin sewa di lantai 2 sebesar Rp 12.000.000,00 hingga Rp
15.000.000,00 padahal jika mengurus izin sewa resmi di UPTD Rumah Sewa Dinas
Tata Kota dan Perumahan Kota Semarang, hanya dikenai biaya administrasi sebesar
Rp 1.850.000,00. Saat ini warga yang tinggal di sana dengan membeli pelimpahan izin
sewa sangat banyak. Inilah yang membuat saya tidak jadi heran dengan perabot
yang mereka miliki karena mereka yang mampu membeli izin sewa dengan harga
segitu memang warga yang terbilang mampu.
Warga lain menyebutkan bahwa
banyaknya terjadi pelimpahan izin sewa disebabkan karena warga sudah tidak kuat
dengan biaya hidup di Rusunawa Kaligawe, terutama karena dulu tarif listrik
yang digunakan sempat memakai tarif industri sehingga mahal. Yang jelas, baik
itu pelimpahan izin sewa, menyewakan kembali ke orang lain, maupun menyewa
lebih dari satu unit hunian jelas melanggar surat perjanjian sewa, melanggar
Peraturan Menteri Negara Perumahan Rakyat No. 14 Th. 2007 tentang Pengelolaan
Rumah Susun Sederhana Sewa, Peraturan Walikota Kota Semarang No. 7 Th. 2009
tentang Penghunian dan Persewaan atas Rumah Sewa milik Pemkot Semarang. Lebih
dari itu, hal-hal di atas juga mencederai tujuan rumah susun oleh pemerintah,
yaitu untuk membantu menyediakan rumah layak huni bagi Masyarakat
Berpenghasilan Rendah (MBR) di mana standarnya menurut Menteri Negara Perumahan
Rakyat, yaitu yang berpenghasilan di bawah Rp 2.500.000,00. Adanya monopoli
rumah susun dan bisnis rumah susun untuk segelintir orang tentu menjadi sangat
ironis karena masih banyak warga Kota Semarang yang belum mempunyai tempat
tinggal yang layak dan sedang membutuhkan tempat tinggal.
Jadi jangan pernah bayangkan keadaan
Rusunawa Kaligawe seperti rumah susun pada umumnya yang kumuh. Meskipun masih
terdapat kekurangan berupa kebocoran instalasi air yang terjadi hampir di semua
unit di semua blok, kecuali yang ada di lantai 5 yang merupakan lantai paling
atas. Di sana cukup bersih, kecuali di blok F dan G yang cukup bau di lantai
dasar karena tidak ada saluran air yang bisa mengalir lancar. Namun di kedua
blok tersebut, pada lantai-lantai atas juga bersih. Maklumlah banyak penghuni
Rusunawa Kaligawe yang bukan penghuni sembarangan.
Dari fenomena ini terlihat bahwa
kapitalisme tidak hanya dilakukan oleh negara, multinational corporate, perusahaan-perusaahaan besar, tapi dari
tataran warga yang paling bawah pun bisa melakukan kapitalisme. Siapa yang
punya capital atau modal yang besar,
dia yang berkuasa dan yang akan memperoleh keuntungan. Rumah susun yang
memiliki tujuan sosial justru dijadikan bisnis oleh segelintir orang untuk
memperkaya dirinya sendiri.
Meskipun demikian, saya tidak
berencana menyampaikan hasil skripsi saya kepada pemerintah. Alasannya, untuk
melindungi sekelompok orang yang menjadi korban kapitalisme ini, yaitu mereka
yang tinggal di sana dengan cara mengekos atau sudah telanjur membeli
pelimpahan izin sewa karena kurang mengerti peraturan. Yang patut disalahkan
dan mesti ditindak sebenarnya orang-orang yang sengaja menyewakan atau
melimpahkan izin sewanya. Apabila warga
sudah menjadi mampu ataupun tidak sanggup tinggal di rusunawa lebih baik mengembalikannya kepada pemerintah agar
bisa didistribusikan kepada yang lain.
Sebagai penutup, saya juga ingin
menyampaikan beberapa pengalaman ataupun nilai yang saya dapat selama
penelitian. Di sana selama menjalankan penelitian, banyak tanggapan kepada
saya, baik yang menyenangkan ataupun tidak, tapi yang akan saya kenang adalah
beberapa perhatian dari warga yang tinggal di sana. Masih teringat oleh saya
dan akan saya kenang, bahwa dengan keterbatasannya di antara mereka ada yang memberikan
saya segelas jus, sepiring nasi, dan seiris semangka. Bahkan ketika saya
kembali lagi datang ke sana untuk mengambil kuesioner yang saya berikan minggu
sebelumnya, kembali saya dibelikan segelas jus. Jika yang pertama coklat maka
yang kedua strawberry. Pelajaran yang dapat dipetik yaitu cobalah kita untuk
berbagi dalam keadaan apapun, meski kondisi kita cukup sulit tetapi apabila ada
orang yang lebih sulit dari kita, maka bantulah dia. Hal yang tidak saya
dapatkan ketika berkunjung ke rumah wakil rakyat di senayan, yang katanya akan
membangun gedung baru bernilai triliunan, tetapi untuk memberikan segelas air
saja kepada mahasiswa-mahasiswa yang jauh-jauh datang dari Semarang tidak
sanggup.
Saya di sana juga merasa kecil,
meski saya menyandang gelar mahasiswa tetapi saya belum meraih apapun.
Sementara mereka telah mempunyai kehidupan, telah bekerja dan berkeluarga
sedangkan saya masih belum jelas. Kita juga harus menghargai siapapun, termasuk
orang yang tidak kita kenal sekalipun karena bisa jadi kita membutuhkan bantuan
dia dan hanya dia yang bisa membantu kita.
Terima kasih kepada seluruh warga
Rusunawa Kaligawe. Mohon maaf aspirasi kalian tidak bisa saya sampaikan kepada
pemerintah, tidak lain untuk melindungi sebagian dari kalian yang juga telah membantu
penelitian saya. Saya tidak ingin hanya mengambil manfaat dari kalian, kemudian
tidak memperdulikan kalian, atau bahkan menyengsarakan kalian. Setidaknya saya berusaha untuk menjadi orang yang tahu
cara berterima kasih. Namun saya juga berharap kekurangan yang ada di Rusunawa
Kaligawe bisa dibenahi suatu saat nanti. Skripsi saya ini juga saya
persembahkan untuk kalian, para warga di Rusunawa Kaligawe.
Bagi teman-teman yang lain, inilah
sedikit gambaran yang dapat saya berikan mengenai pemanfataan Rusunawa
Kaligawe. Dimana muncul sejumlah fenomena yang menarik dan mungkin tak pernah
terbayangkan sebelumnya. Dari sini kita pun menjadi tahu, bahwa budaya
kapitalisme bisa terjadi di mana saja dalam hal apa saja. Selama uang menjadi
dewanya, maka akan selalu ada ketidakadilan, akan selalu terjadi si kuat
menindas yang lemah.
Untuk
teman-teman yang akan memulai membuat skripsi, coba galilah fenomen-fenomena
yang mungkin saat ini masih samar-samar dan belum banyak orang yang tahu. Judul
skripsi yang bagus memang membanggakan, namun bisa menggali fenomena yang
samar-samar juga tidak kalah membanggakan. Semoga pengalaman kecil ini bisa
memberikan manfaat bagi kita semua.
Nice share..
BalasHapusASS WR WB. luar biasa sekali tulisannya pas banget dng jdl skripsi sy. barangkali bisa berbagi file skripsi nya mass. email hanangew@gmail.com
BalasHapusASS WR WB. luar biasa sekali tulisannya pas banget dng jdl skripsi sy. barangkali bisa berbagi file skripsi nya mass. email hanangew@gmail.com
BalasHapusAssalamualaikum wr. wb. Pas sekali mas tulisannya hanya sama di lokasi saya yaitu Rumah Susun Kaligawe. Barangkali mas berkenan bisa berbagi file skripsinya mas, email 23naufal@gmail.com
BalasHapus