Selasa, 29 Oktober 2013

Story di Balik Shooting Hijab Stories



            Hijab Stories merupakan program acara baru di tv One yang akan tayang perdana pada akhir bulan Oktober atau awal bulan November 2013. Program ini mengangkat kisah nyata perjalanan seorang muslimah dalam mengenakan hijab. Mulai dari datangnya hidayah, munculnya cobaan, hingga nikmat yang akhirnya dirasakan setelah berhijab. Tak ketinggalan pula tausiah-tausiah sarat makna dari ustad ternama menyikapi perjuangan seorang muslimah dalam berhijab.

            Untuk content acara tidak akan secara detail saya ceritakan di sini. Namun saya menjamin bahwa acara ini menarik untuk ditonton karena menyajikan kisah nyata yang dikemas santai tapi sarat dengan muatan dakwah. Di sini, saya akan lebih bercerita mengenai hal-hal unik di balik layar yang mengiringi shooting Hijab Stories ini.

1.    Kru telah diberangkatkan meski budget belum di tangan.

Shooting acara ini bisa dibilang cukup mendadak. Saya diberitahu untuk mengawal acara ini pada pukul sembilan malam. Dua belas jam sebelum jadwal keberangkatan kru. Repotnya, budget belum diambil pada malam itu. Saya pun berharap petugas kasir datang pagi agar budget bisa segera diambil.

Pagi yang dinantikan tiba. Saya sudah berada di kantor sejak pukul setengah delapan. Namun ruang kasir masih nampak kosong, saya pun mulai resah dan gelisah. Sambil berkoordinasi dengan kru, sesekali mata saya menengok ke ruang kasir. Masih saja kosong.

Pagi pun mulai beranjak. Satu per satu teman-teman unit berdatangan. Cling. Muncul harapan baru dengan kedatangan mereka. Saya lantas bertanya satu per satu kepada mereka. Adakah di antara mereka yang mempunyai uang senilai dengan budget operasional Hijab Stories di rekeningnya. Niatnya, saya mau minta tolong agar ditransferkan dulu ke rekening saya lalu nanti diganti setelah budget keluar dari kasir.

Akan tetapi harapan seperti tinggal harapan. Tak ada satu pun unit yang telah datang pagi itu mempunyai cukup uang di rekeningnya. Kru sudah mau berangkat, shooting harus segera dilakukan, maka hanya dengan bermodal lima ratus ribu sisa budget program blocking Jasa Rahardja, saya memberanikan untuk memberangkatkan kru. Uang sebesar itu sendiri sebenarnya hanya cukup untuk menutup kebutuhan awal. Untuk mengamankan program secara keseluruhan, jelas jauh dari cukup. Budget operasionalnya sendiri mencapai 7,7 juta rupiah. Sungguh perjudian kebijakan yang mesti dilakukan sambil berharap budget secepatnya bisa cair dan ditransfer.

Ketika kaki sudah hendak melangkah ke mobil, tiba-tiba saya berpapasan dengan Abi, rekan sesama unit. Pucuk dicinta ulam tiba. Pertolongan datang tepat pada waktunya. Dia mengaku masih mempunyai simpanan yang cukup di rekeningnya dan bersedia untuk membantu saya. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa berangkat mengawal kru dengan tenang. Sampai di lokasi, saya segera mencari ATM dan sudah ditransfer. Makasih Bi, berkat engkau program Hijab Stories berjalan lancar

2.    Pertama kalinya menawar makanan di restoran.

Lokasi shooting mengambil tempat di sebuah restoran di daerah Jakarta Selatan. Tempatnya tenang serta ada kolam dengan gemericik air yang menambah syahdu suasana. Di atas meja makan tergantung lampion-lampion indah yang mampu memberikan kesan etnik secara glamour.

Pada program ini, makanan tidak disiapkan oleh catering langganan. Sebagai konsekuensinya, saya harus mencari makanan yang sesuai budget. Produser meminta saya untuk tidak mencari makan dari luar, karena shooting kita tidak dikenakan biaya sewa tempat. Sebagai timbal baliknya, sangat diharapkan kita memesan makan di restoran tersebut.

Saya pun lalu menemui pemilik restoran. Oleh beliau saya ditawarkan beragam makanan, dari yang tradisional sampai internasional. Halaman menu yang pertama dibuka adalah yang paling mahal. Mendengar apa yang beliau sampaikan, saya cuma manggut-manggut. Ketika beliau sudah selesai bicara, ganti saya yang bicara.

Inti pembicaraan saya adalah menayakan makanan yang harganya sesuai dengan budget. Buku menu pun akhirnya dibolak-balik. Namun tidak ada satu makanan pun yang harganya mau menuruti budget. Harga makanan paling murah adalah tiga puluh ribu, sementara anggaran untuk makan per orang hanya delapan belas ribu.

Namun saya tak patah semangat. Saya pun menerapkan metode yang sering saya pergunakan untuk membeli cabai di pasar waktu masih kecil. Memang tak ada usaha yang sia-sia. Melalui diplomasi yang alot, akhirnya tercipta kesepakatan yang melegakan. Kami akan dimasakkan nasi goreng dengan harga dua puluh ribu per orang.

Menawar makanan di restoran seperti ini merupakan pengalaman pertama bagi saya sejak dilahirkan. Ini akan saya kenang sebagai cerita untuk anak cucu dan handai taulan agar jangan sungkan menawar harga makanan ketika di restoran. Namun kalau gagal, malu ditanggung sendiri yaa... Hehehehe....

3.    Terenyuh dengan cerita narasumber.

Seperti yang sudah saya singgung di atas, acara ini selalu menghadirkan narasumber di tiap episodenya untuk menceritakan pengalamannya mengenakan hijab. Dengan dipandu Host, narasumber akan bercerita awal mula ia berhijab, kesulitan yang dialami, hingga nikmat manakala telah beristiqomah dalam berhijab.

Saya menyimak dengan seksama setiap percakapan. Namun hanya beberapa poin saja yang akan saya ceritakan di sini. Hitung-hitung biar bikin penasaran teman-teman lalu pada nonton deh nanti. Hehehe...

Saat itu, sang muslimah menceritakan kesulitan yang dialaminya pada masa awal mengenakan hijab. Kesulitan-kesulitan itu datang dari lingkungan di sekitarnya sendiri, termasuk hambatan dari pekerjaannya, hingga dia memutuskan untuk keluar. Namun berkat kegigihan dan keistiqomahannya dalam berhijab, ia mendapatkan rezeki baru dan menorehkan prestasi internasional. Subhanallah, hijab memang bukan penghalang rezeki seseorang.

Apa yang dialami muslimah tadi dengan pekerjaannya mengingatkan saya dengan cerita beberapa teman yang mengundurkan diri dari proses rekruitmen di perusahaan gara-gara diminta menanggalkan hijabnya. Sekarang, mereka pun telah mendapatkan pekerjaan yang sesuai tanpa harus melepas hijab. Menegakkan syariat di negara yang mayoritas penduduknya muslim ternyata juga tidak mudah. Ini sungguh ironis dan mencederai nilai-nilai demokrasi. Berhijab merupakan bagian dari beribadah menurut agama dan kepercayaan yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar. Tidak pantas seseorang atau institusi melarang apa yang tidak dilarang oleh agama dan negara.

Kagum akan keistiqomahan muslimah tadi, pasti! Apalagi dengan perjuangan yang harus ditempuhnya di zaman seperti sekarang, di ibukota lagi. Padahal kebanyakan wanita di sini justru mengejar dan mengumbar kecantikan, bahkan di beberapa sudut kota, kecantikan menjadi komoditas untuk diperdagangkan.

Kawan, cantik itu tidak harus seperti Barbie, yang langsing dengan rambut panjang tergerai. Cobalah tengok Al-Qur’an dan temukanlah definisi cantik menurut surat An-Nur ayat 31 dan surat Al-Ahzab ayat 59. Rule of beauty yang membuat wanita menjadi lebih mulia, lebih terjaga, dan lebih dihargai.

Muslimah yang tetap istiqomah dalam menegakkan syariat di tengah carut-marutnya zaman bagaikan oase di tengah gurun. Saya berharap, agar kelak mendapatkan teman hidup yang seperti itu. Amin.

4.    Ustad minta minum jus Amma.

Kejadian unik ini terjadi tak lama setelah ustad pengisi acara hadir di lokasi. Ketika beliau sedang bersiap untuk pengambilan gambar, produser kami menawarinya minum. “Tad, mau minum jus apa?”, tanya produser kami. Dengan cepat, dijawablah oleh ustad, “Jus Amma ada?”. Serta merta semua kru yang ada di sekelilingnya tertawa terbahak-bahak. Entah karena terkejut, mati kutu, atau salah tingkah, produser kami pun langsung memerintah, “Tuh, pesenin tuh!”. Sempat saling lihat antar kru karena bingung mau dipesankan apa, akhirnya kami berinisiatif memesankan beliau jus jeruk. Ustad ini tahu saja kalau kru sudah mulai capek dan mengantuk, dikeluarkan deh banyolannya. Terima kasih Tad, kami jadi segar kembali.

  Secara keseluruhan proses shooting Hijab Stories berjalan lancar dan menyenangkan. Lelah pun tak begitu terasa meskipun kami berangkat sejak pukul setengah sembilan pagi dan sampai kantor kembali pukul setengah delapan malam. Mungkin karena kesamaan visi antara saya dengan acara ini, yang menganggap hijab itu penting untuk wanita sehingga dikemaslah dakwah yang santai, menarik, namun mengena.

Jujur, saya lebih menyukai untuk berada di acara yang ada muatan dakwahnya seperti ini. Di sini, selain bekerja, jiwa saya yang kering kerontang terbasuh kembali oleh tausiah-tausiah yang disampaikan ustad pengisi. Ilmu agama pun bisa bertambah. Ibaratnya, sambil menyelam minum jus amma. Hehehe...

Sebagai penutup, saya berharap bahwa acara kami maupun tulisan sederhana saya ini dapat memberikan manfaat atau inspirasi bagi kita semua. Mohon maaf apabila dalam penulisan, terdapat tata bahasa yang kurang menyenangkan.

Oya, untuk teman-teman yang berhijab boleh juga menceritakan awal mulanya ketika berhijab dan bagaimana rasanya berhijab. Dengan demikian, semoga teman-teman yang belum berhijab bisa tertular untuk berhijab. Terima kasih.