Kejadian
ini terjadi ketika aku masih kuliah, tepatnya setelah libur Lebaran. Peristiwa yang
menurutku sangat berkesan buatku. Siang itu,
aku ada janji sama temanku. Setelah berkemas-kemas, akhirnya aku berangkat
menuju kediamannya. Baru berjalan sekitar 250 meter dari rumah, tepatnya di
pertigaan Hanoman, aku melihat ada orang tergeletak di tengah jalan. Ketika aku
melihat lebih jauh jalan di depanku, aku melihat tiga motor berserakan di
jalan. Sementara di taman dekat lampu merah, banyak orang berkerumun, aku
berpikir mungkin mereka sedang mengevakuasi korban yang lain.
Sesaat setelah aku melihat orang yang tergeletak
tadi, aku melihat orang-orang mulai berlarian ke arahnya dan mencoba
membopongnya. Perkiraanku, orang tersebut berjenis kelamin perempuan, mungkin
seorang nenek-nenek atau ibu-ibu. Maaf, lebih persisnya aku tidak tahu karena
penglihatanku memang kurang jelas tanpa memakai kacamata. Yang aku tahu, orang
itu memakai baju kayak batik atau mungkin batik berwarna merah kecoklatan. Di
kepalanya terdapat warna merah. Perkiraanku mungkin itu helm, bukan darah. Di
sekitarnya aku juga tidak melihat tetesan darah atau mungkin ada tapi tidak
tertangkap oleh mataku. Jika memang demikian, aku sangat bersyukur karena tidak
memakai kacamata sehingga tidak melihat darah atau bagian lain dari tubuh
manusia. Soalnya aku paling phobia sama darah. Tapi yang membuatku ngeri, orang
tersebut tidak bergerak, aku berpikir jangan-jangan orang itu sudah mati.
Dalam hati keciku, aku ingin menolongnya. Tapi aku
juga nggak sanggup kalo harus melihat darahnya seumpama ada darah. Akhirnya
kuputuskan untuk berjalan pelan-pelan melaluinya. Aku liat lampu merah berwarna
hijau, berarti udah aman untuk jalan. Walaupun sebelumnya memang sudah banyak
kendaraannya yang melewatinya pelan-pelan karena ada orang yang tergeletak di
jalan dan banyak motor yang berserakan di jalan. Ketika aku melintasi motor-motor itu, aku
menjadi benar-benar tahu, kalau motor-motor itu rusak parah dan
bagian-bagiannya saling terpisah dan tersebar ke tengah jalan. Bahkan slebor
motor itu sempat menyentuh kakiku, karena aku kurang berkonsentrasi sebab aku
masih melirik orang yang tergeletak tadi. Setelah melewati motor-motor itu, aku
baru melihat dua orang polisi yang baru datang dan berlarian ke arah korban. Aku
kembali berjalan ke depan. Di tepi jalan, aku melihat banyak mata melihat ke
arah lokasi kejadian.
Setelah melewati kawasan itu, aku
memacu motorku pelan-pelan. Nggak berani memacu kencang walaupun jalanan di depanku
tampak sepi. Aku masih shock dengan apa yang ku lihat. Bayangan orang
yang tergeletak tadi masih mengisi pikiranku. Selama perjalanan, aku tak pernah
berhenti membaca istighfar, memohon ampun kepada Allah.
Kejadian itu membuatku ingat kepada kematian. Bahwa
kematian bisa menjemput kapan saja, di mana saja, dan dalam kondisi apa saja.
Aku benar-benar takut pada waktu itu. Sampai ketika aku menulis ini perasaan
itu masih ada. Aku takut bila ajal datang mendadak kepadaku. Aku benar-benar
belum siap. Masih banyak dosa yang ku perbuat. Aku ingin bisa bertobat dan
memperbaiki diri dulu sebelum ajal menjemputku. Aku juga nggak pengen akhir
hayatku berada di tengah jalan. Aku ingin akhir hayatku berada dalam kondisi
khusnul khatimah, berada di tempat yang layak dan dalam kondisi tubuh yang
layak, serta dikeliingi kerabat-kerabat dekat.
Sampai akhirnya aku di kediaman
temanku. Aku tidak menceritakan apa yang ku lihat kepadanya. Aku khawatir
dia ikut takut. Aku sendiri setelah tiba di sana juga belum bisa mengelola rasa
takutku ini dengan baik. Akhirnya kami segera menuju ke tempat tujuan kami,
yakni took busana muslim. Karena memang
pada saat itu, aku meminta bantuan temanku untuk membeli hadiah buat saudaraku
yang mau berulang tahun.
Setibanya dia di sana, aku melihat dia menyapa
seseorang yang rasanya ku kenal.
Waktu itu aku masih enggan menyapanya karena sedang memilih-milih hadiah. Tapi
aku juga heran, kenapa dia tidak menyapaku? Tapi aku biarin aja, mungkin dia
lagi males menyapaku atau mengharapkan aku yang menyapanya karena memang dia
lebih tua dari aku.
Ketika aku akan beranjak untuk melihat barang yang
ada di dekatnya, aku pun mencoba menyapanya, “Eh, belum minta maaf yaa??”.
Kemudian dia memberi jawaban yang mengagetkan aku dengan wajah agak ketakutan,
“Siapa yaa?? Nggak kenaall!!”. Aku pikir dia bercanda. “Kurang ajar ne orang
pake sok-sok nggak kenal segala!!!”, gumamku dalam hati. Tapi kemudian aku
mendekatinya lebih lanjut dan mengamati wajahnya dengan seksama.
Astagfirullahaladzim, ternyata dia bukan temanku yang ku maksud. Seketika aku
merasa bagai tersambar petir yang mempercepat laju darahku ke muka. Aku pun
kemudian segera minta maaf kepadanya dan mengatakan aku kira dia temanku
(dengan menyebutkan nama temanku). Aku bilang maaf karena aku nggak pake
kacamata jadi salah ngenalin orang. Aku nggak tau dech mukaku waktu itu, merah
padam, merah merona, ato merah menyala. Pokoknya aku malu banget. Pengen
rasanya mukaku ini ku sembunyikan di balik barang-barang yang ada di rak toko
itu. Eh dia, temannya dia, sama temanku malah ketawa cekikikan. Aku jadi
semakin malu donk!

Setelah dapat barang yang menarik,
akhirnya aku pergi ke kasir dan kemudian keluar dari toko itu. Waktu aku mau pergi
ke kasir, kayaknya dua orang tadi udah pulang. Beruntunglah, karena kalau
berpapasan lagi waktu milih-milih barang, rasa maluku akan muncul lagi. Tiba-tiba
terlintas nasehat temanku (bukan teman yang lagi bersamaku) sehari sebelumnya,
“Kalau ketemu orang yang kita rasa kita kenal, sapa aja! Jangan takut salah!
SKSD gituuu!”. Gumamku dalam hati, “Wah ini gara-gara mengamalkan nasehatmu,
aku jadi malu.” Sedangkan temanku yang membantu aku memilih hadiah, mencoba
memberikan hikmah dari peristiwa ini, “Udah nggak papa, kan malah dapat teman
baru.”
Itulah dua hal yang bertolak belakang yang terjadi
akibat aku ketinggalan kacamata waktu berpergian. Satu akibat, aku
terselamatkan dari pemandangan yang tak ingin ku lihat, yang pasti itu merupakan
hal yang mengerikan, tapi akibat lainnya aku menjadi sangat malu karena salah
mengenali orang. Walau pada akhirnya aku bisa ketawa juga setelah mengenang
kekonyolan yang kulakukan.
Namun memang benar kata temanku, aku jadi dapat teman
baru. Entah mengapa teman yang ini terasa beda. Satu hal yang pasti, hidupku
berubah drastis ke arah yang lebih baik, tepatnya lebih benar sejak mengenalnya.
Entah apa motivasinya, tapi semua mengalir apa adanya. Apa yang terjadi nanti? Terjadilah...
Jangan dipikirkan sekarang dulu. Yang jelas kalau bepergian harus pakai
kacamata. Hahaha...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar