Senin, 15 Oktober 2012

Keuntungan Dan Kerugian Kacamata Ketinggalan



            Kejadian ini terjadi ketika aku masih kuliah, tepatnya setelah libur Lebaran. Peristiwa yang menurutku sangat berkesan buatku. Siang itu, aku ada janji sama temanku. Setelah berkemas-kemas, akhirnya aku berangkat menuju kediamannya. Baru berjalan sekitar 250 meter dari rumah, tepatnya di pertigaan Hanoman, aku melihat ada orang tergeletak di tengah jalan. Ketika aku melihat lebih jauh jalan di depanku, aku melihat tiga motor berserakan di jalan. Sementara di taman dekat lampu merah, banyak orang berkerumun, aku berpikir mungkin mereka sedang mengevakuasi korban yang lain.

Sesaat setelah aku melihat orang yang tergeletak tadi, aku melihat orang-orang mulai berlarian ke arahnya dan mencoba membopongnya. Perkiraanku, orang tersebut berjenis kelamin perempuan, mungkin seorang nenek-nenek atau ibu-ibu. Maaf, lebih persisnya aku tidak tahu karena penglihatanku memang kurang jelas tanpa memakai kacamata. Yang aku tahu, orang itu memakai baju kayak batik atau mungkin batik berwarna merah kecoklatan. Di kepalanya terdapat warna merah. Perkiraanku mungkin itu helm, bukan darah. Di sekitarnya aku juga tidak melihat tetesan darah atau mungkin ada tapi tidak tertangkap oleh mataku. Jika memang demikian, aku sangat bersyukur karena tidak memakai kacamata sehingga tidak melihat darah atau bagian lain dari tubuh manusia. Soalnya aku paling phobia sama darah. Tapi yang membuatku ngeri, orang tersebut tidak bergerak, aku berpikir jangan-jangan orang itu sudah mati.

Dalam hati keciku, aku ingin menolongnya. Tapi aku juga nggak sanggup kalo harus melihat darahnya seumpama ada darah. Akhirnya kuputuskan untuk berjalan pelan-pelan melaluinya. Aku liat lampu merah berwarna hijau, berarti udah aman untuk jalan. Walaupun sebelumnya memang sudah banyak kendaraannya yang melewatinya pelan-pelan karena ada orang yang tergeletak di jalan dan banyak motor yang berserakan di jalan. Ketika aku melintasi motor-motor itu, aku menjadi benar-benar tahu, kalau motor-motor itu rusak parah dan bagian-bagiannya saling terpisah dan tersebar ke tengah jalan. Bahkan slebor motor itu sempat menyentuh kakiku, karena aku kurang berkonsentrasi sebab aku masih melirik orang yang tergeletak tadi. Setelah melewati motor-motor itu, aku baru melihat dua orang polisi yang baru datang dan berlarian ke arah korban. Aku kembali berjalan ke depan. Di tepi jalan, aku melihat banyak mata melihat ke arah lokasi kejadian.

            Setelah melewati kawasan itu, aku memacu motorku pelan-pelan. Nggak berani memacu kencang walaupun jalanan di depanku tampak sepi. Aku masih shock dengan apa yang ku lihat. Bayangan orang yang tergeletak tadi masih mengisi pikiranku. Selama perjalanan, aku tak pernah berhenti membaca istighfar, memohon ampun kepada Allah.

Kejadian itu membuatku ingat kepada kematian. Bahwa kematian bisa menjemput kapan saja, di mana saja, dan dalam kondisi apa saja. Aku benar-benar takut pada waktu itu. Sampai ketika aku menulis ini perasaan itu masih ada. Aku takut bila ajal datang mendadak kepadaku. Aku benar-benar belum siap. Masih banyak dosa yang ku perbuat. Aku ingin bisa bertobat dan memperbaiki diri dulu sebelum ajal menjemputku. Aku juga nggak pengen akhir hayatku berada di tengah jalan. Aku ingin akhir hayatku berada dalam kondisi khusnul khatimah, berada di tempat yang layak dan dalam kondisi tubuh yang layak, serta dikeliingi kerabat-kerabat dekat. 

            Sampai akhirnya aku di kediaman temanku. Aku tidak menceritakan apa yang ku lihat kepadanya. Aku khawatir dia ikut takut. Aku sendiri setelah tiba di sana juga belum bisa mengelola rasa takutku ini dengan baik. Akhirnya kami segera menuju ke tempat tujuan kami, yakni took busana muslim. Karena memang pada saat itu, aku meminta bantuan temanku untuk membeli hadiah buat saudaraku yang mau berulang tahun.

Setibanya dia di sana, aku melihat dia menyapa seseorang yang rasanya ku kenal. Waktu itu aku masih enggan menyapanya karena sedang memilih-milih hadiah. Tapi aku juga heran, kenapa dia tidak menyapaku? Tapi aku biarin aja, mungkin dia lagi males menyapaku atau mengharapkan aku yang menyapanya karena memang dia lebih tua dari aku.

Ketika aku akan beranjak untuk melihat barang yang ada di dekatnya, aku pun mencoba menyapanya, “Eh, belum minta maaf yaa??”. Kemudian dia memberi jawaban yang mengagetkan aku dengan wajah agak ketakutan, “Siapa yaa?? Nggak kenaall!!”. Aku pikir dia bercanda. “Kurang ajar ne orang pake sok-sok nggak kenal segala!!!”, gumamku dalam hati. Tapi kemudian aku mendekatinya lebih lanjut dan mengamati wajahnya dengan seksama. Astagfirullahaladzim, ternyata dia bukan temanku yang ku maksud. Seketika aku merasa bagai tersambar petir yang mempercepat laju darahku ke muka. Aku pun kemudian segera minta maaf kepadanya dan mengatakan aku kira dia temanku (dengan menyebutkan nama temanku). Aku bilang maaf karena aku nggak pake kacamata jadi salah ngenalin orang. Aku nggak tau dech mukaku waktu itu, merah padam, merah merona, ato merah menyala. Pokoknya aku malu banget. Pengen rasanya mukaku ini ku sembunyikan di balik barang-barang yang ada di rak toko itu. Eh dia, temannya dia, sama temanku malah ketawa cekikikan. Aku jadi semakin malu donk!

Akhirnya aku dikenalin temanku ke orang yang salah ku kira tadi. Ternyata dia adek kelas temanku itu. Kemudian aku juga dikenalin ke temannya adek kelas temanku itu. “Hmm… manis juga teman-teman baruku ini.” gumamku dalam hati (hehehe). Tapi karena udah malu jadi nggak bisa ngomong lebih lanjut.

            Setelah dapat barang yang menarik, akhirnya aku pergi ke kasir dan kemudian keluar dari toko itu. Waktu aku mau pergi ke kasir, kayaknya dua orang tadi udah pulang. Beruntunglah, karena kalau berpapasan lagi waktu milih-milih barang, rasa maluku akan muncul lagi. Tiba-tiba terlintas nasehat temanku (bukan teman yang lagi bersamaku) sehari sebelumnya, “Kalau ketemu orang yang kita rasa kita kenal, sapa aja! Jangan takut salah! SKSD gituuu!”. Gumamku dalam hati, “Wah ini gara-gara mengamalkan nasehatmu, aku jadi malu.” Sedangkan temanku yang membantu aku memilih hadiah, mencoba memberikan hikmah dari peristiwa ini, “Udah nggak papa, kan malah dapat teman baru.”

Itulah dua hal yang bertolak belakang yang terjadi akibat aku ketinggalan kacamata waktu berpergian. Satu akibat, aku terselamatkan dari pemandangan yang tak ingin ku lihat, yang pasti itu merupakan hal yang mengerikan, tapi akibat lainnya aku menjadi sangat malu karena salah mengenali orang. Walau pada akhirnya aku bisa ketawa juga setelah mengenang kekonyolan yang kulakukan.

Namun memang benar kata temanku, aku jadi dapat teman baru. Entah mengapa teman yang ini terasa beda. Satu hal yang pasti, hidupku berubah drastis ke arah yang lebih baik, tepatnya lebih benar sejak mengenalnya. Entah apa motivasinya, tapi semua mengalir apa adanya. Apa yang terjadi nanti? Terjadilah... Jangan dipikirkan sekarang dulu. Yang jelas kalau bepergian harus pakai kacamata. Hahaha...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar