Senin, 15 Oktober 2012

Jika Kain Kafan Ada di Lemari Kita



            Tulisan ini hanya sebuah wacana yang timbul setelah saya menonton acara “Jika Aku Menjadi” sekitar dua minggu yang lalu. Saya tidak akan membahas lebih jauh tentang acara itu karena saya sendiri tidak menonton dari awal. Di sini saya hanya menceritakan sepenggal adegan yang membuat saya terhenyak dan terdiam. Pada episode itu, terdapat seorang nenek yang telah berusia lebih dari enam puluh tahun dipanggil oleh pak RT-nya. Saya kurang memperhatikan waktu itu apa pekerjaannya, tapi kondisinya sangat kekurangan dan dia sebatang kara. Di tempat pak RT itulah, si nenek diberi kain kafan dan disuruh mencicil Rp 2.000,00 per minggu. Si nenek sempat kebingungan. Pak RT-nya lalu menjelaskan hal itu dilakukan karena usia nenek yang sudah tua dan bertujuan untuk berjaga-jaga jika suatu hari nenek itu meninggal. Ketika sampai di rumah nenek itu kemudian menangis, berpikir bahwa ajalnya telah dekat. Dia kemudian dihibur oleh kontestan dalam acara tersebut.

            Baiklah, kita tidak usah berbicara lebih jauh mengenai reality show ini. Terlepas apakah adegan dalam cerita benar atau direkayasa demi kepentingan hiburan, saya hanya ingin menyorot masalah kain kafan yang telah dimiliki  sebelum meninggal. Jujur saya sempat terdiam ketika menonton adegan ini. Saya tidak bisa membayangkan apa yang ada di pikiran saya jika saya diberikan kain kafan padahal saya masih hidup dan sehat. Mungkin yang ada di pikiran saya tidak jauh berbeda dari yang dipikirkan nenek tadi, yaitu diingatkan akan kematian yang sudah menunggu kita. Lalu, bagaimana dengan teman-teman yang lain? Apakah yang ada di pikiran kalian jika mengalami peristiwa seperti nenek tadi?

            Entah dapat pikiran dari mana, namun di pikiran saya kemudian terlintas ide bagaimana yaa seandainya kita menaruh kain kafan dalam lemari kita? Apalagi jika ditaruh pada bagian paling atas? Layaknya baja-baju kesukaan kita atau baju-baju yang memang telah dipersiapkan untuk ke suatu acara. Mampukah hal ini mengingatkan kita akan kematian? apalagi setiap hari kita membuka lemari, minimal 2x setiap habis mandi.

            Kain kafan di dalam lemari. Hmmm... memang terdengar sedikit mengerikan, tetapi itulah pakaian kebesaran kita ketika kita meninggal. Sering sekali kita menyiapkan busana jauh-jauh hari sebelum suatu acara. Misal kita telah punya gaun pengantin sebulan sebelum pernikahan, kita harus punya pakaian lebaran seminggu sebelumnya, kita juga sudah punya seragam sekolah yang baru meski waktu masuk sekolah masih lama. Terkadang kita sangat rapi dan serius mempersiapkannya, lalu bagaimana dengan pakaian kebesaran kita untuk menghadap Sang Khaliq?  Pernahkan terlintas menyiapkannya? Yayaya... mungkin memang tak pernah terlintas di pikiran kita untuk menyiapkan seragam resmi ini.

            Hmmm.... Rasanya maksud menaruh kain kafan di lemari sudah mulai terbaca, yaitu untuk mengingat kematian agar kita tidak sembarangan dalam bertindak. Selama ini banyak orang yang ketakutan dan paranoid mendengar kata kematian. Beberapa alasan kuat adalah kematian merenggut kesempatan mewujudkan keinginan yang belum terlaksana. Alasan klise lainnya adalah kebelumsiapan menghadapi kehidupan sesudah mati karena merasa banyak dosa dan belum bertaubat. Tapi haruskah kita setakut tiu? Saya rasa tidak. Jika kita takut, maka hidup kita tidak produktif. Kematian itu  sesuatu yang pasti, tidak bisa dihindari, dan tidak bisa diprediksi. Kematian bisa menjadi surprise di mana saja, kapan saja, dan dalam situasi apa saja. Mau lagi senang, bingung, maupun sedih, tanpa pengecualian. Saya sendiri pernah merasakan dekat dengan kematian saat mengalami kecelakaan. Alhamdulillah masih diberi umur sampai sekarang.

            Kematian jelas akan datang pada kita. Masalah waktunya tidak ada seorang pun yang tahu. Namun di sinilah keuntungannya. Dengan tidak mengetahui waktu kita mati, kita bisa punya banyak keinginan seakan kita berumur panjang. Namun kita juga bisa merasa bahwa kematian bisa datang kapan saja, bahkan di waktu yang dekat. Oleh karena itu, kita harus memaksimalkan waktu yang kita punya untuk mewujudkan sebanyak-banyaknya keinginan kita. Kita juga harus memaksimalkan waktu kita untuk melakukan hal-hal yang berguna, baik bagi diri kita sendiri maupun orang-orang di sekitar kita. Satu yang jelas, umur kita terus berkurang. Jadi, mari efektifkan waktu kita yang tersisa.

            Jika boleh mengilustrasikan, kematian yang pasti datang pada kita ibarat pesawat kertas yang kita terbangkan pasti akan jatuh ke bumi. Pesawat itu pasti jatuh, namun selama terbang di udara pesawat itu punya pilihan, yaitu akan terbang bermanuver atau hanya mengikuti gaya gravitasi sampai dia jatuh. Sama seperti hidup kita yang singkat. Apakah kita hanya akan diam saja membuang waktu kita untuk hal-hal yang kurang jelas ataukah bermanuver melakukan banyak hal yang berguna dan mewujudkan keinginan-keinginan kita sebelum kematian menjemput. Kita sendiri jika mainan pesawat akan lebih senang jika pesawat kita bisa melakukan banyak manuver karena terlihat  lebih menarik. So, kenapa kita tidak membuat hidup kita semenarik terbangnya pesawat buatan kita?

            Selama ini kita sering menunda-nunda pekerjaan. Kita sering bilang “ah ntar aja” atau “kan masih ada hari esok”. Padahal kita sendiri tidak pernah tahu apakah besok kita masih hidup dan punya kesempatan mengerjakan apa yang kita tunda sekarang. Selama ini kita sering melakukan sesuatu berdasarkan deadline. Jika ada tugas dikumpulkan besok, maka malamnya kita habis-habisan ngerjain. Jika besok ujian, kita sekarang mati-matian cari bahan dan belajar. Jika kita telah beli tiket kereta untuk pergi besok, maka malam ini kita packing pakaian dan apa yang mau kita bawa. Sedangkan mati, kita tidak tahu kapan? Tapi apa kita hanya akan diam saja? Sama seperti ulangan mendadak dari guru kita, jika kita tidak siap maka kita yang akan menyesal setelahnya. 

            Sekali lagi, kita tidak perlu takut akan kematian. Kita hanya harus melakukan sebanyak mungkin hal positif selagi kita punya kesempatan.  Kembali ke judul, fungsi kain kafan dalam lemari mungkin sama dengan kita menyetel alarm di pagi hari. Kita menyetel alarm agar kita bisa bangun pagi, alarm akan berbunyi membangunkan kita ketika hari mulai pagi. Terserah kita, mau bangun atau tidak setelah alarm berbunyi. Yang jelas hari sudah pagi dan kita tahu sendirinya resikonya bila bangun terlambat. Begitu juga dengan kafan, dia akan mengingatkan kita bahwa waktu memakainya akan semakindekat. Kemudian terserah kita, mau melakukan perubahan diri dan mengefektifkan waktu atau tidak. Dia hanya sebagai pengingat.

            Di sini sebenarnya saya juga berkaca kepada teman-teman saya yang telah menuai keberhasilan karena efektif dalam menggunakan waktu. Oleh karena itu, saya tidak ingin membuang banyak waktu saya percuma lagi. Teman, kita sudah diingatkan oleh surat Al-Ashr bahwa kita dalam keadaan yang merugi dalam menggunakan waktu. Kecuali apabila kita sabar dan bertakwa. So, mari efektifkan penggunaan waktu kita dan tingkatkan ketakwaan kita sambil tetap bersabar.

Oya, dicoba atau tidak, itu pilihan masing-masing. Tapi bukan itu lho maksud utama dari tulisan ini. Maksud utamanya adalah agar kita mengefektifkan penggunaan waktu kita. Jangan sampai ada waktu yang terbuang percuma. Setiap waktu harus menjadi saat-saat yang berarti. Jika enggan mengenakan kain kafan sebagai pengingat, kita bisa menggunakan hal-hal lain. Mungkin cukup dipahami saja dan disimpan dalam hati. Biar hati nurani kita yang mengingatkan diri kita saat kita akan melangkah ke hal yang tidak baik. Catatan ini juga tidak bermaksud melarang bermain. Karena bermain juga bagian dari kebutuhan manusia dalam bersosialisasi dengan sesamanya. Bermain pasti juga menjadi bagian dari keinginan kita. Cuma proporsinya harus diperhatikan agar tidak meninggalkan hal-hal lain yang lebih penting.

Sebagai akhir tulisan, saya mau minta maaf. Tulisan ini hanyalah sebuah wacana yang keluar dari keterbatasan dan kedangkalan otak saya. Jika ada hal-hal yang salah atau kurang pantas, mohon diberikan koreksi. Meski demikian, saya harap tetap ada manfaat yang bisa dipetik dari wacana “aneh” ini. Bagaimana teman-teman? Silahkan jika ada yang akan memberikan tambahan, masukan, saran, ataupun kritikan agar kita semakin baik dan bijak dalam menjalani kehidupan.     

8 komentar:

  1. ah, wacana yang ga aneh, Aan..^^
    a nice articel..
    siip...makasii sudah mengingatkan tentang kematian, yah..

    BalasHapus
  2. Makasih An. Eh blogmu tampilannya kok bisa gitu keren An? Caranya gimana? Kamu tahu blog penulis atau penerbit nggak An?

    BalasHapus
  3. Iya insya Alloh aq bli kainkafan utk persiapan matiq.kerna memang manusia pastimati.rasul saw meninggal 60thn.

    BalasHapus
  4. Iya insya Alloh aq bli kainkafan utk persiapan matiq.kerna memang manusia pastimati.rasul saw meninggal 60thn.

    BalasHapus
  5. Sy malah kepikiran pingin fitting kain kafan seperti org2 yg fitting baju pengantin. Lalu difoto, seperti apa penampakan sy saat berbusana terakhir itu..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Dibedakin, di kapasin, di kasih kapur Barus

      Hapus
  6. Fitting kain kafan kita, seperti nya sangat manjur untuk membuat kita serius dgn hidup ini...

    BalasHapus