Selasa, 19 Desember 2017

Drama CPNS


Keinginanku mengikuti tes CPNS terlecut ketika temanku pada tahun 2014 lolos sebagai CPNS di Ombudsman RI. Saat itu aku yang mengantarkan dia mengikuti tes di BKN Cawang, Jakarta. Kosku menjadi tempat bermalamnya. Ketika dia berhasil, maka aku pun termotivasi mengikuti tes CPNS ketika ada penerimaan CPNS di Kemenkumham. Aku pun mendaftar di hari pertama pendaftaran.

            Setelah mendaftar, hari-hariku diselimuti kecemasan. Menjadi sedikit lega ketika diumumkan lolos administrasi dan dibolehkan mengikuti tes. Hari yang dinantikan tiba. Dengan seragam putih hitam, aku melangkah ke lokasi tes. Bibir tak pernah berhenti mengucap doa. Namun justru aku dan banyak peserta lain harus kecewa. Pelaksanaan tes ditunda karena ada sedikit gangguan teknis. Meski jujur, itu juga jadi keuntungan karena bisa belajar lagi.

          Waktu perjuangan sesungguhnya tiba. Dengan semangat tinggi, aku melangkah ke lokasi tes. Perasaan bercampur aduk, tetapi tetap memelihara asa. Ketika berada di depan komputer dan telah mengisi pin ujian, sekilas terlintas lagi dibenakku saat-saat aku diremehkan oleh orang lain. Dengan berteriak “Ya Rahman Ya Rahim” dalam hati, aku tekan tombol enter dan mulai mengerjakan ujian.

         Aku terhenyak ketika layar komputerku tiba-tiba berubah. Bukan lagi lembar soal. Namun sesaat kemudian aku tersenyum manakala menyaksikan hasil tes TKD-ku memenuhi syarat lolos. Komputer menjadi yang pertama memberikan selamat kepadaku. Meski dalam hati masih memendam kekhawatiran karena nilai yang rendah. Apakah aku bisa lolos ke tes TKB?

         Hari-hariku hanyut dalam gundah gulana. Puncak kegundahan, saat aku memutuskan mendaftar CPNS di gelombang kedua. Hanya berselang dua hari sebelum pengumuman kelulusan tes TKD Kemenkumham.

       Kegundahanku akhirnya buyar ketika melihat pesan WA saat bangun tidur. Adalah sahabat dekatku sesama peserta tes CPNS pengirimnya. Ia mengirimkan pengumuman peserta yang lolos tes TKD dan namaku terselip diantaranya. Aku pun sujud syukur dan tidak jadi mendaftar gelombang kedua.

          Persiapan untuk tes TKB mulai aku lakukan. Aku mendownload materi tes dan menyimpannya di flashdisk. Ketika mendekati tes, baru nanti mau aku baca. Namun keinginan tinggallah keinginan. Rencanaku gagal akibat pekerjaan yang semakin menggila mendekati tanggal tes. Aku harus menyiapkan setumpuk dokumen guna pelaksanaan akreditasi jurusan yang waktunyaa bertepatan dengan waktu tesku. Sabtu Minggu pun aku lembur sehingga tidak sempat membaca materi yang aku download

            Sehabis subuh, aku memaksakan diri untuk membaca materi setidaknya sekali. Mata yang pedas karena terlalu lama lembur di depan komputer aku acuhkan demi belajar. Meski hanya berapa persen yang terserap karena aku harus bergegas ke lokasi tes.

            Berbeda dengan tes TKD, aku berangkat dengan sisa keoptimisan. Dengan soal multiple choice, aku berharap dapat menerka jawaban yang benar. Namun baru soal pertama, aku sudah terhenyak. Sebabnya, pertanyaan yang diajukan bukan termasuk materi yang aku pelajari. Hal itu berlanjut ke soal berikutnya. Hanya 30 persen yang sesuai materi yang aku pelajari. Itupun, tidak terjawab benar semua.

            Saat penghakiman tiba dan langsung membuatku lunglai. Layar monitor menampilkan nilai ujianku yang sudah sesuai perkiraan. Rasa pesimis tumbuh dengan subur di benakku dan semakin subur saat aku memantau nilai online dari layar yang disediakan panitia.

            Pasrah. Hanya itu yang dapat kulakukan. Tetap berdoa dengan sedikit harapan. Tapi juga sudah belajar untuk mengikhlaskan. Memang masih ada wawancara yang bisa mendongkrak nilai. Masalahnya, bisakah aku melewati wawancara dengan baik?

            Ibarat orang di tengah peperangan, sudah penuh luka, mundur pun belum tentu selamat, justru mendapatkan malu, sementara jika maju, masih ada harapan untuk menang. Aku pun memilih untuk tetap mengikuti wawancara. Tak ada persiapan khusus, hanya berusaha lebih tenang.

            Tiba giliran namaku dipanggil untuk masuk ke ruangan wawancara. Berdebar itu pasti, tapi tetap mencoba tenang. Pasrah pada Allah Ta’ala. Jika memang ini rezekiku, pasti ada jalan.

            Setengah jam wawancaraku berlangsung. Pertanyaanya standar, mengenai motivasi dan seputar pekerjaan. Namun tetap saja ada momen yang membuatku grogi. Seperti saat pewawancara memelototiku saat berusaha memberikan jawaban. Namun di ujung wawancara, beliau memberikan senyum manis dan memintaku untuk banyak berdoa. Entah itu kode baik atau buruk, yang pasti nasihatnya aku jalankan.

            Waktu terasa semakin lama setelah itu. Dua hari menjelang pengumuman, aku sudah gelisah dan susah fokus kerja. Apalagi di saat tanggal pengumuman, rasa gelisahku mencapai puncaknya. Seperti dentuman drum yang terdengar semakin cepat, seperti itu degup jantungku menunggu pengumuman yang mundur beberapa jam waktunya.

Tiba-tiba HP-ku bergetar dengan sangat intens. Ternyata itu dari grup WA peserta CPNS. Pengumuman kelulusan sudah keluar. Aku mencari namaku dengan search pdf, tetapi tidak menemukan namaku. Lalu ada WA lagi dari sahabat seperjuanganku dan dia mengucapkan selamat dengan melampiri screenshot yang memuat namaku. Alhamdulillah. Aku menyampaikan ini kepada kedua orang tuaku dan kami langsung sujud syukur bersama.



Senin, 12 Juni 2017

Menemukan Rasa



Kemarin…

Aku seperti berada di padang pasir

Sejauh mata memandang

Hanya hamparan pasir



Ke mana utara? Di mana selatan?

Tak mudah ku temukan

Tak mampu ku mengenal arah

Tersisa hanya tubuh yang lelah



Kering dan dahaga

Senantiasa jadi sahabat setia

Sepi dan sendiri

Tak ubahnya teman sejati



Kakiku terus melangkah

Meski tak tahu ke mana

Sampai di ujung lelah

Baru sadar aku di mana



Sebentuk oase, terjejak oleh kakiku

Tak percaya, ku ayunkan tanganku

Ya, basah dan bergemericik

Yakinkanku ini bukan fatamorgana

Bukan ilusi mata yang fana



Kuteguk dan kurasakan segarnya

Seketika terkumpul lagi kepingan tenaga

Yang kemarin terkuras oleh nestapa



Mataku seakan tak percaya

Logikaku membisikkan bahwa ini realita

Aku temukan apa yang aku damba

Aku hidupkan yang sebelumnya angan belaka


 
Iya, ini nyata

Seperti saat kita bisa bersama

Iya, ini penuh haru

Saat aku menemukanmu



Seperti oase yang membasuhku

Kau segarkan hidupku

Seperti mentari yang mengangkasa

Kau tunjukkan arah bahagia



Tetap jadi oaseku yang mempesona

Memberi warna tak kasat mata

Namun terasa indah di jiwa

Terimakasih, sahabat luar biasa


Senin, 10 April 2017

Kalau Sudah Waktunya Sholat, Segera ke Masjid


Yaph, ini pengalaman pribadi yang menjadi pelajaran penting. Bermula dari urusan perut yang susah dikendalikan.

Jumat, sekitar jam 10.00 waktu UNDIP aku diajak oleh seorang teman untuk makan mie di lantai 3. Waktu itu perutnya sudah keroncongan sampai dangdutan. Saya yang waktu itu masih ada pekerjaan, tidak mengiyakan namun juga tidak menolak.

Namun sejam berselang, konser yang sama diusung oleh perutku. Akhirnya aku harus mengulang lagi ajakannya tadi.

“Jadi makan nggak Mas Agus?” tanyaku pada minatnya yang sempat terabaikan.
“Ini udah jam 11. Apa nggak mepet sama Jumatan? jawabnya ragu.
“Masih bisalah. Mie kan cepet. Adzan kan baru jam 12.” cerocosku ngotot karena kelaparan.
“Ok…!” sahutnya singkat

Akhirnya kami pun bergegas ke pentry yang ada di lantai 3. Aku memesan mie goreng tanpa telur kesukaanku sedangkan mas Agus memesan mi goreng dengan telur plus meminta jatah telurku dioper ke piringnya.

Suasana saat itu memang sudah sepi karena masuk jam istirahat. Beberapa pegawai laki-laki pun sudah mengganti sepatunya dengan sandal untuk melangkah ke masjid. Namun kami masih berbincang santai sembari menikmati aroma mie yang mulai masak.

Senyum kami langsung berkibar tatkala mbak Ju yang merupakan pegawai pentry membawa nampan berisi dua piring mie pesanan kami. Kami menyambutnya dengan antusias layaknya juara Olimpiade. Tak perlu sampai setengah menit, piring mie itu sudah pindah ke tangan kami.

Sedang asyik-asyiknya menyantap mie buatan mbak Ju, kami dikejutkan dengan sapaan seorang pria berpakaian hitam berwajah oriental.

“Permisi. Pak, mau nanya, kalau ruang buat acara PMK di sebelah mana yaa?” tanyanya.
“Apa itu PMK?” balas Mas Agus balik bertanya.
“Persekutuan Mahasiswa Kristen Pak” terang pria tersebut.
“Wah, saya kurang tahu.” jawab Mas Agus sembari mengunyah sisa-sisa mienya.
Namun tiba-tiba seorang wanita temannya, yang juga berpakaian hitam dan berwajah oriental, mengeluarkan pernyataan mengejutkan.
“Nah, mas ini temannya kan?” sambil menunjuk dan berjalan ke arahku.

Mendadak aku pun bengong. Mencoba mencernanya kalimatnya baik-baik. Ketemu juga barusan, kenal apalagi, kok bisa ngaku-ngaku temenku. Apalagi menjadi anggota organisasi keagamaan non muslim. Helloooo… Kapan aku pindah keyakinan???

“Wah.. saya nggak tahu bu! Masih baru di sini” timpalku sekenanya.
“Dia masih baru. Belum tahu. Mungkin kelas yang pojok itu.” mbak Ju bersuara memberi titik terang kepada dua orang berwajah oriental tersebut.

Mendengar keterangan mbak Ju, kedua orang itu kemudian bergegas ke ruang kelas yang dimaksud dengan meninggalkan ucapan terima kasih terlebih dahulu.

Setelah mereka menghilang dari pandangan, serempak tawa dari kami bertiga pecah menggelegar. Seketika itu pula aku jadi sasaran bullyan dari mas Agus dan mbak Ju. Mereka menganggap mata sipitku dan tampang yang sedikit keorientalan, membuat aku dikira sebagai temannya. Aku pun heran sejadi-jadinya. Apalagi saat itu aku memakai baju muslim. Memang sih baju muslimku model yang modern. Tidak terlalu terlihat sebagai baju muslim. Namun jika jeli melihat kerahku, jelas itu kerah baju muslim.

Akhirnya aku dan mas Agus segera menyelesaikan makan untuk kemudian bergeas ke masjid. Di sepanjang perjalanan, kami berdua masih tertawa mengingat momen yang baru terjadi. Namun ini pun menjadi tamparan keras sekaligus pelajaran berharga buat kami. Jika sudah masuk waktu sholat, bergegaslah ke masjid untuk sholat. Jangan menunda-nunda atau akan dianggap sebagai teman atau bagian kaum dari mereka yang non muslim.

Tulisan yang sekedar sebagai self-reminder. Kalau pun ada sedikit bahasan tentang agama, sama sekali tidak ada arah ke SARA lho yaa. Ok?! Semoga bermanfaat.