Keinginanku
mengikuti tes CPNS terlecut ketika temanku pada tahun 2014 lolos sebagai CPNS
di Ombudsman RI. Saat itu aku yang mengantarkan dia mengikuti tes di BKN
Cawang, Jakarta. Kosku menjadi tempat bermalamnya. Ketika dia berhasil, maka aku
pun termotivasi mengikuti tes CPNS ketika ada penerimaan CPNS di Kemenkumham.
Aku pun mendaftar di hari pertama pendaftaran.
Setelah
mendaftar, hari-hariku diselimuti kecemasan. Menjadi sedikit lega ketika
diumumkan lolos administrasi dan dibolehkan mengikuti tes. Hari yang dinantikan
tiba. Dengan seragam putih hitam, aku melangkah ke lokasi tes. Bibir tak pernah
berhenti mengucap doa. Namun justru aku dan banyak peserta lain harus kecewa. Pelaksanaan
tes ditunda karena ada sedikit gangguan teknis. Meski jujur, itu juga jadi
keuntungan karena bisa belajar lagi.
Waktu perjuangan sesungguhnya tiba.
Dengan semangat tinggi, aku melangkah ke lokasi tes. Perasaan bercampur aduk,
tetapi tetap memelihara asa. Ketika berada di depan komputer dan telah mengisi
pin ujian, sekilas terlintas lagi dibenakku saat-saat aku diremehkan oleh orang
lain. Dengan berteriak “Ya Rahman Ya Rahim”
dalam hati, aku tekan tombol enter dan mulai mengerjakan ujian.
Aku terhenyak ketika layar
komputerku tiba-tiba berubah. Bukan lagi lembar soal. Namun sesaat kemudian aku
tersenyum manakala menyaksikan hasil tes TKD-ku memenuhi syarat lolos. Komputer
menjadi yang pertama memberikan selamat kepadaku. Meski dalam hati masih
memendam kekhawatiran karena nilai yang rendah. Apakah aku bisa lolos ke tes
TKB?
Hari-hariku hanyut dalam gundah
gulana. Puncak kegundahan, saat aku memutuskan mendaftar CPNS di gelombang
kedua. Hanya berselang dua hari sebelum pengumuman kelulusan tes TKD Kemenkumham.
Kegundahanku akhirnya buyar ketika
melihat pesan WA saat bangun tidur. Adalah sahabat dekatku sesama peserta tes
CPNS pengirimnya. Ia mengirimkan pengumuman peserta yang lolos tes TKD dan
namaku terselip diantaranya. Aku pun sujud syukur dan tidak jadi mendaftar
gelombang kedua.
Persiapan untuk tes TKB mulai aku
lakukan. Aku mendownload materi tes dan menyimpannya di flashdisk. Ketika mendekati
tes, baru nanti mau aku baca. Namun keinginan tinggallah keinginan. Rencanaku gagal
akibat pekerjaan yang semakin menggila mendekati tanggal tes. Aku harus
menyiapkan setumpuk dokumen guna pelaksanaan akreditasi jurusan yang waktunyaa
bertepatan dengan waktu tesku. Sabtu Minggu pun aku lembur sehingga tidak
sempat membaca materi yang aku download
Sehabis subuh, aku memaksakan diri untuk
membaca materi setidaknya sekali. Mata yang pedas karena terlalu lama lembur di
depan komputer aku acuhkan demi belajar. Meski hanya berapa persen yang terserap
karena aku harus bergegas ke lokasi tes.
Berbeda dengan tes TKD, aku
berangkat dengan sisa keoptimisan. Dengan soal multiple choice, aku berharap dapat menerka jawaban yang benar. Namun
baru soal pertama, aku sudah terhenyak. Sebabnya, pertanyaan yang diajukan bukan
termasuk materi yang aku pelajari. Hal itu berlanjut ke soal berikutnya. Hanya
30 persen yang sesuai materi yang aku pelajari. Itupun, tidak terjawab benar
semua.
Saat penghakiman tiba dan langsung
membuatku lunglai. Layar monitor menampilkan nilai ujianku yang sudah sesuai
perkiraan. Rasa pesimis tumbuh dengan subur di benakku dan semakin subur saat
aku memantau nilai online dari layar yang disediakan panitia.
Pasrah. Hanya itu yang dapat
kulakukan. Tetap berdoa dengan sedikit harapan. Tapi juga sudah belajar untuk
mengikhlaskan. Memang masih ada wawancara yang bisa mendongkrak nilai. Masalahnya,
bisakah aku melewati wawancara dengan baik?
Ibarat orang di tengah peperangan,
sudah penuh luka, mundur pun belum tentu selamat, justru mendapatkan malu,
sementara jika maju, masih ada harapan untuk menang. Aku pun memilih untuk
tetap mengikuti wawancara. Tak ada persiapan khusus, hanya berusaha lebih
tenang.
Tiba giliran namaku dipanggil untuk
masuk ke ruangan wawancara. Berdebar itu pasti, tapi tetap mencoba tenang. Pasrah
pada Allah Ta’ala. Jika memang ini rezekiku, pasti ada jalan.
Setengah jam wawancaraku
berlangsung. Pertanyaanya standar, mengenai motivasi dan seputar pekerjaan. Namun
tetap saja ada momen yang membuatku grogi. Seperti saat pewawancara memelototiku
saat berusaha memberikan jawaban. Namun di ujung wawancara, beliau memberikan
senyum manis dan memintaku untuk banyak berdoa. Entah itu kode baik atau buruk,
yang pasti nasihatnya aku jalankan.
Waktu terasa semakin lama setelah
itu. Dua hari menjelang pengumuman, aku sudah gelisah dan susah fokus kerja. Apalagi
di saat tanggal pengumuman, rasa gelisahku mencapai puncaknya. Seperti dentuman
drum yang terdengar semakin cepat, seperti itu degup jantungku menunggu
pengumuman yang mundur beberapa jam waktunya.
Tiba-tiba
HP-ku bergetar dengan sangat intens. Ternyata
itu dari grup WA peserta CPNS. Pengumuman kelulusan sudah keluar. Aku mencari
namaku dengan search pdf, tetapi tidak
menemukan namaku. Lalu ada WA lagi dari sahabat seperjuanganku dan dia
mengucapkan selamat dengan melampiri screenshot yang memuat namaku. Alhamdulillah. Aku menyampaikan ini
kepada kedua orang tuaku dan kami langsung sujud syukur bersama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar