
Menu nasi kucing biasanya adalah
nasi pindang, nasi daging, nasi teri, nasi ayam namun semuanya dalam porsi yang
mini. Sebagai pendamping, disediakan beragam jenis makanan, seperti gorengan,
sate usus, sate bakso, sate kerang, paru, tempe dan tahu bacem, dan beragam
makanan lainnya. Untuk minum, menu andalannya adalah susu jahe dan jahe hangat.
Di samping tetap menyediakan minuman populer seperti teh manis dan kopi. Satu
hal yang bikin bangga, makanan dan minuman yang tersaji semuanya fresh, asli buatan anak negeri, bukan
impor.
Warung ini banyak terdapat di
pinggir-pinggir jalan. Buka dari jam empat sore hingga yang paling malam sampai
jam dua dinihari. Pengunjung warung ini berasal dari banyak kalangan. Dari
pelajar, mahasiswa, sopir bus atau truk, buruh pabrik, tukang batu, hingga
karyawan-karyawan kantoran yang mentereng.
Meskipun warung nasi kucing
merupakan warung sederhana, berada di tempat yang sederhana, menjual makanan
yang sederhana, tidak berarti warung ini hanya bernilai sederhana. Seperti
pengunjung warung yang sudah saya sebutkan di atas. Berasal dari berbagai jenis
profesi. Dari pekerja kasar sampai ke mereka yang bekerja kantoran. Mereka
tetap makan makanan yang sama. Terkadang mereka berjejer duduk lesehan di atas
terpal yang digelar ditrotoar atau area
lapang disekitarnya.
Lalu apa saja yang mereka lakukan? Tentu
saja makan dan minum adalah hal yang pasti, sembari berbincang ngalor-ngidul tentang berbagai hal. Dari
aktivitas mereka sehari-hari, rencana-rencana kecil mereka, sampai ke masalah
pujaan hati. Namun ada beberapa hal yang hampir pasti tidak dilakukan di warung
nasi kucing. Sangat mencolok bedanya jika dibandingkan dengan makan di tempat
makan yang mentereng.
Lalu
apa saja aktivitas yang berbeda itu? Yang pertama adalah selfie. Yang kedua tak jauh berbeda dari yang pertama, yaitu foto
makanan. Serta yang ketiga adalah aktivitas iseng, seperti memandangi
pengunjung lain yang kece.
Selfie
di tempat makan adalah aktivitas yang kini lazim dilakukan setelah maraknya
media sosial. Selfie biasanya
dilakukan sebelum makanan datang, saat
makanan sudah datang, saat makan, dan setelah makan. Tak kalah
ketinggalan adalah foto makanan. Biasanya aktivitas ini dilakukan setelah semua
makanan yang dipesan terkumpul. Foto-foto itu kemudian diupload ke media sosial. Sedangkan untuk aktivitas memandangi
pengunjung lain yang kece biasanya
terjadi di tempat makan yang “wah”, di mana pengunjung yang datang telah
berdandan maksimal.
Lantas
mengapa aktivitas itu tidak terjadi di warung nasi kucing? Jawabannya
sederhana. Karena sederhananya tempat mereka makan. Karena sederhananya menu
makanan yang disajikan. Serta karena sederhananya dandanan
pengunjung-pengunjung yang datang. Mereka biasanya mampir setelah pulang
beraktivitas, meski tak jarang yang memang berniat ke warung nasi kucing saja.
Apa
akibatnya? Akibatnya ialah mereka menjadi tidak sering-sering mengeluarkan HP
yang mereka miliki, kecuali jika ada panggilan atau pesan. Hal ini tanpa
disadari mempersempit jurang pemisah antara mereka yang mampu dan mereka yang
biasa saja, antara mereka yang ber-HP bagus dan ber-HP biasa. Selain itu,
dengan tidak adanya “obyek” menarik yang menjadi perhatian, otomatis perhatian
tertuju kepada rekannya masing-masing.
Pada
akhirnya aktivitas yang mereka lakukan pun sama, meski berasal dari kalangan
yang berbeda. Dengan minimnya aktivitas menggunakan HP dan fokus pandangan yang
tidak terbelah, maka berdampak positif pada meningkatnya intensitas obrolan
diantara mereka. Tentu ini akan sangat baik untuk memupuk persahabatan menjadi
lebih erat. Tak jarang ide segar atau rencana besar muncul dari obrolan
sederhana, di tempat sederhana, dalam nuansa yang tenang di bawah payung malam
yang meneduhkan.
Kawan,
ada satu hal lagi yang perlu kita ketahui dengan lebih dalam. Sebenarnya apa
motivasi orang-orang datang ke warung nasi kucing? Untuk makan atau minum?
Yaph, sepertinya itu bukan jawaban yang salah. Tetapi ada hal yang lebih dari
itu. Apa coba?
Mari kita telaah rencana-rencana. Orang yang malam-malam kelaparan tentu akan menemukan makanan yang mengenyangkan dan itu sulit dipenuhi di warung nasi kucing dengan porsi makannya. Dia bisa memilih makan di warung nasi goreng yang sama-sama buka malam hari. Orang yang ingin makan enak tentu tidak akan menjadi warung nasi kucing sebagai prioritasnya, tetapi bisa memilih warung seafood atau yang lainnya.
Lantas
apa motivasinya orang-orang datang ke warung nasi kusing? Tak lain hanya untuk nongkrong. Warung nasi kucing dengan
segala kondisinya memang layak untuk menjadi tempat nongkrong. Berada di tempat
terbuka dengan tiupan angin yang sepoi-sepoi menciptakan suasana yang alami. Duduk
lesehan sehingga menciptakan suasana kekeluargaan layaknya di rumah. Jauh dari
hingar bingar musik jedag-jedug
sehingga tiap obrolan lebih mudah dimengerti. Jauh dari nuansa hedonisme menjadikan tiap orang menjadi
apa adanya. Berada di pinggir jalan yang mudah dijangkau dengan parkir yang
tidak jauh dari tongkrongan. Waktu
tutup yang bisa diulur sampai semua pengunjung pergi menjadi faktor kunci
bersama harga makanan dan minuman yang terjangkau oleh kantong.
Dengan
kondisi semacam itu, maka banyak orang menjadikan warung nasi kucing sebagai
tempat tongkrongannya. Meski
sebenarnya sebagian dari pengunjung itu mampu untuk nomgkrong di tempat yang lebih elite.
Lagi-lagi keunikan nuansa di warung nasi kucing sebagai faktor pembedanya. Banyak
hal yang lebih mengental di warung nasi kucing daripada di tempat yang lebih elite. Karena apa? Seperti yang tadi
sudah saya jelaskan, karena di warung nasi kucing kita hanya fokus pada
teman-teman kita sedangkan di tempat yang lebih elite, fokus kita bisa terbelah pada hal menarik lainnya yang
terpampang di sana.
Warung
nasi kucing, warung sederhana yang menanamkan nilai-nilai yang luar biasa.
Orang dari berbagai kalangan boleh singgah, termasuk mereka yang jadi bos.
Tetapi semuanya harus tunduk pada norma yang seolah-olah tumbuh di warung nasi
kucing. Tidak ada kemewahan yang dipamerkan. Semuanya sederhana, harus
sederhana. Semuanya sama, diperlakukan sama dan melakukan hal yang sama. Itulah
mengapa saya menyebut warung nasi kucing sebagai warung egaliter, warung
kesetaraan. Di samping istilah warung persahabatan
yang layak juga disematkan ke warung seperti ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar