Hijab Stories merupakan program acara
baru di tv One yang akan tayang perdana pada akhir bulan Oktober atau awal
bulan November 2013. Program ini mengangkat kisah nyata perjalanan seorang
muslimah dalam mengenakan hijab. Mulai dari datangnya hidayah, munculnya
cobaan, hingga nikmat yang akhirnya dirasakan setelah berhijab. Tak ketinggalan
pula tausiah-tausiah sarat makna dari ustad ternama menyikapi perjuangan
seorang muslimah dalam berhijab.
Untuk content acara tidak akan
secara detail saya ceritakan di sini. Namun saya menjamin bahwa acara ini
menarik untuk ditonton karena menyajikan kisah nyata yang dikemas santai tapi
sarat dengan muatan dakwah. Di sini, saya akan lebih bercerita mengenai hal-hal
unik di balik layar yang mengiringi shooting Hijab Stories ini.
1. Kru
telah diberangkatkan meski budget belum di tangan.
Shooting
acara ini bisa dibilang cukup mendadak. Saya diberitahu untuk mengawal acara
ini pada pukul sembilan malam. Dua belas jam sebelum jadwal keberangkatan kru. Repotnya,
budget belum diambil pada malam itu. Saya pun berharap petugas kasir datang
pagi agar budget bisa segera diambil.
Pagi
yang dinantikan tiba. Saya sudah berada di kantor sejak pukul setengah delapan.
Namun ruang kasir masih nampak kosong, saya pun mulai resah dan gelisah. Sambil
berkoordinasi dengan kru, sesekali mata saya menengok ke ruang kasir. Masih saja
kosong.
Pagi
pun mulai beranjak. Satu per satu teman-teman unit berdatangan. Cling. Muncul harapan
baru dengan kedatangan mereka. Saya lantas bertanya satu per satu kepada
mereka. Adakah di antara mereka yang mempunyai uang senilai dengan budget
operasional Hijab Stories di rekeningnya. Niatnya, saya mau minta tolong agar
ditransferkan dulu ke rekening saya lalu nanti diganti setelah budget keluar
dari kasir.
Akan
tetapi harapan seperti tinggal harapan. Tak ada satu pun unit yang telah datang
pagi itu mempunyai cukup uang di rekeningnya. Kru sudah mau berangkat, shooting harus
segera dilakukan, maka hanya dengan bermodal lima ratus ribu sisa budget
program blocking Jasa Rahardja, saya memberanikan untuk memberangkatkan kru. Uang
sebesar itu sendiri sebenarnya hanya cukup untuk menutup kebutuhan awal. Untuk mengamankan
program secara keseluruhan, jelas jauh dari cukup. Budget operasionalnya
sendiri mencapai 7,7 juta rupiah. Sungguh perjudian kebijakan yang mesti
dilakukan sambil berharap budget secepatnya bisa cair dan ditransfer.
Ketika
kaki sudah hendak melangkah ke mobil, tiba-tiba saya berpapasan dengan Abi,
rekan sesama unit. Pucuk dicinta ulam tiba. Pertolongan datang tepat pada waktunya.
Dia mengaku masih mempunyai simpanan yang cukup di rekeningnya dan bersedia untuk
membantu saya. Alhamdulillah, akhirnya saya bisa berangkat mengawal kru dengan
tenang. Sampai di lokasi, saya segera mencari ATM dan sudah ditransfer. Makasih
Bi, berkat engkau program Hijab Stories berjalan lancar
2. Pertama
kalinya menawar makanan di restoran.
Lokasi
shooting mengambil tempat di sebuah restoran di daerah Jakarta Selatan. Tempatnya
tenang serta ada kolam dengan gemericik air yang menambah syahdu suasana. Di atas
meja makan tergantung lampion-lampion indah yang mampu memberikan kesan etnik
secara glamour.
Pada
program ini, makanan tidak disiapkan oleh catering langganan. Sebagai konsekuensinya,
saya harus mencari makanan yang sesuai budget. Produser meminta saya untuk
tidak mencari makan dari luar, karena shooting kita tidak dikenakan biaya sewa
tempat. Sebagai timbal baliknya, sangat diharapkan kita memesan makan di
restoran tersebut.
Saya
pun lalu menemui pemilik restoran. Oleh beliau saya ditawarkan beragam makanan,
dari yang tradisional sampai internasional. Halaman menu yang pertama dibuka
adalah yang paling mahal. Mendengar apa yang beliau sampaikan, saya cuma manggut-manggut.
Ketika beliau sudah selesai bicara, ganti saya yang bicara.
Inti
pembicaraan saya adalah menayakan makanan yang harganya sesuai dengan budget. Buku
menu pun akhirnya dibolak-balik. Namun tidak ada satu makanan pun yang harganya
mau menuruti budget. Harga makanan paling murah adalah tiga puluh ribu,
sementara anggaran untuk makan per orang hanya delapan belas ribu.
Namun
saya tak patah semangat. Saya pun menerapkan metode yang sering saya pergunakan
untuk membeli cabai di pasar waktu masih kecil. Memang tak ada usaha yang
sia-sia. Melalui diplomasi yang alot, akhirnya tercipta kesepakatan yang
melegakan. Kami akan dimasakkan nasi goreng dengan harga dua puluh ribu per
orang.
Menawar
makanan di restoran seperti ini merupakan pengalaman pertama bagi saya sejak
dilahirkan. Ini akan saya kenang sebagai cerita untuk anak cucu dan handai
taulan agar jangan sungkan menawar harga makanan ketika di restoran. Namun kalau
gagal, malu ditanggung sendiri yaa... Hehehehe....
3. Terenyuh
dengan cerita narasumber.
Seperti
yang sudah saya singgung di atas, acara ini selalu menghadirkan narasumber di
tiap episodenya untuk menceritakan pengalamannya mengenakan hijab. Dengan dipandu
Host, narasumber akan bercerita awal mula ia berhijab, kesulitan yang dialami,
hingga nikmat manakala telah beristiqomah dalam berhijab.
Saya
menyimak dengan seksama setiap percakapan. Namun hanya beberapa poin saja yang
akan saya ceritakan di sini. Hitung-hitung biar bikin penasaran teman-teman
lalu pada nonton deh nanti. Hehehe...
Saat
itu, sang muslimah menceritakan kesulitan yang dialaminya pada masa awal
mengenakan hijab. Kesulitan-kesulitan itu datang dari lingkungan di sekitarnya
sendiri, termasuk hambatan dari pekerjaannya, hingga dia memutuskan untuk keluar. Namun berkat kegigihan dan
keistiqomahannya dalam berhijab, ia mendapatkan rezeki baru dan menorehkan
prestasi internasional. Subhanallah, hijab memang bukan penghalang rezeki
seseorang.
Apa
yang dialami muslimah tadi dengan pekerjaannya mengingatkan saya dengan cerita
beberapa teman yang mengundurkan diri dari proses rekruitmen di perusahaan
gara-gara diminta menanggalkan hijabnya. Sekarang, mereka pun telah mendapatkan pekerjaan yang sesuai tanpa harus melepas hijab. Menegakkan syariat di negara yang
mayoritas penduduknya muslim ternyata juga tidak mudah. Ini sungguh ironis dan
mencederai nilai-nilai demokrasi. Berhijab merupakan bagian dari beribadah
menurut agama dan kepercayaan yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar. Tidak pantas seseorang atau institusi melarang apa yang tidak dilarang oleh agama dan negara.
Kagum
akan keistiqomahan muslimah tadi, pasti! Apalagi dengan perjuangan yang harus
ditempuhnya di zaman seperti sekarang, di ibukota lagi. Padahal kebanyakan
wanita di sini justru mengejar dan mengumbar kecantikan, bahkan di beberapa
sudut kota, kecantikan menjadi komoditas untuk diperdagangkan.
Kawan,
cantik itu tidak harus seperti Barbie, yang langsing dengan rambut panjang
tergerai. Cobalah tengok Al-Qur’an dan temukanlah definisi cantik menurut surat
An-Nur ayat 31 dan surat Al-Ahzab ayat 59. Rule
of beauty yang membuat wanita menjadi lebih mulia, lebih terjaga, dan lebih
dihargai.
Muslimah
yang tetap istiqomah dalam menegakkan syariat di tengah carut-marutnya zaman
bagaikan oase di tengah gurun. Saya berharap, agar kelak mendapatkan teman
hidup yang seperti itu. Amin.
4. Ustad
minta minum jus Amma.
Kejadian
unik ini terjadi tak lama setelah ustad pengisi acara hadir di lokasi. Ketika beliau
sedang bersiap untuk pengambilan gambar, produser kami menawarinya minum. “Tad,
mau minum jus apa?”, tanya produser kami. Dengan cepat, dijawablah oleh ustad, “Jus
Amma ada?”. Serta merta semua kru yang ada di sekelilingnya tertawa
terbahak-bahak. Entah karena terkejut, mati kutu, atau salah tingkah, produser
kami pun langsung memerintah, “Tuh, pesenin tuh!”. Sempat saling lihat antar
kru karena bingung mau dipesankan apa, akhirnya kami berinisiatif memesankan beliau
jus jeruk. Ustad ini tahu saja kalau kru sudah mulai capek dan mengantuk,
dikeluarkan deh banyolannya. Terima kasih Tad, kami jadi segar kembali.
Secara keseluruhan proses shooting
Hijab Stories berjalan lancar dan menyenangkan. Lelah pun tak begitu terasa meskipun
kami berangkat sejak pukul setengah sembilan pagi dan sampai kantor kembali
pukul setengah delapan malam. Mungkin karena kesamaan visi antara saya dengan
acara ini, yang menganggap hijab itu penting untuk wanita sehingga dikemaslah
dakwah yang santai, menarik, namun mengena.
Jujur,
saya lebih menyukai untuk berada di acara yang ada muatan dakwahnya seperti ini.
Di sini, selain bekerja, jiwa saya yang kering kerontang terbasuh kembali oleh tausiah-tausiah
yang disampaikan ustad pengisi. Ilmu agama pun bisa bertambah. Ibaratnya,
sambil menyelam minum jus amma. Hehehe...
Sebagai
penutup, saya berharap bahwa acara kami maupun tulisan sederhana saya ini dapat
memberikan manfaat atau inspirasi bagi kita semua. Mohon maaf apabila dalam
penulisan, terdapat tata bahasa yang kurang menyenangkan.
Oya,
untuk teman-teman yang berhijab boleh juga menceritakan awal mulanya ketika berhijab
dan bagaimana rasanya berhijab. Dengan demikian, semoga teman-teman yang belum
berhijab bisa tertular untuk berhijab. Terima kasih.