Seorang
Guru mengambil secarik kertas HVS putih dan sebuah spidol hitam. Kemudian dia
membuat sebuah titik hitam di tengah-tengah kertas HVS dengan menggunakan
spidol tersebut. Lalu dia menghampiri muridnya dan bertanya:
Guru: “Nak, apa yang kamu lihat di kertas ini?”
Guru: “Yakin hanya sebuah titik hitam saja?”
Sang murid lalu mengambil kertas
dari tangan gurunya. Dia raba, dia bolak-balik, lalu dia amati kertas putih itu
dengan seksama.
Murid: “Iya Bu, hanya ada sebuah titik hitam.”
Guru: “Nak,
yang benar adalah ada sebuah titik hitam kecil di tengah-tengah selembar kertas
HVS putih. Kamu kalau mengamati objek harus secara keseluruhan yaa.”
Murid: “Iya Bu.”
***
Sahabat, sering kita berpandangan
seperti murid di atas. Melihat suatu hal, melihat suatu objek, hanya dari yang
mudah dilihat, baru didengar, dan mudah diingat. Mengesampingkan hal-hal
lainnya yang sebenarnya masih dalam kesatuan. Terkadang, informasi yang minim
itulah yang kita sampaikan ke orang lain.
Alangkah baiknya apabila informasi
yang minim itu adalah hal positif sehingga bisa menutupi hal negatif yang ada
pada suatu obyek. Namun sebaliknya, jika informasi minim itu adalah hal negatif
dan menepikan banyak hal posiif yang ada padanya, maka itu sungguh ironis.
Namun kenyataannya, lebih sering
terjadi pernyataan yang kedua. Hingga muncul peribahasa Karena Nila Setitik Rusak Susu Sebelanga ataupun peribahasa Inggris
Don’t Judge The Book by Cover.
Dalam kehidupan nyata, kita ambil
contoh pada apa yang dialami Aa’Gym. Semula dakwahnya begitu digemari namun
ketika ia berpoligami dakwahnya lalu dijauhi. Orang yang tadinya dipuja menjadi
dibenci. Padahal poligaminya dia sama sekali tidak merugikan jamaahnya karena
itu merupakan hal yang bersifat pribadi. Agama pun tak melarang. Penyampaian
dakwah beliau sebenarnya amatlah bagus dengan bahasa persuasif yang sangat
lembut. Ini saya rasakan ketika membaca tulisan beliau dalam sebuah bulletin
Sholat Juma’at pasca beliau berpoligami.
Pada akhirnya, penyampaian informasi
yang minim atau hanya berfokus pada hal negatif menjadi mula bagi pembunuhan
karakter. Suatu tindakan yang lebih kejam dari pembunuhan fisik itu sendiri. Apalagi
jika hal itu disampaikan berulang-ulang dengan intensitas yang tinggi. Orang
akan menjadi lupa dengan apa yang pernah didakwahkannya. Yang tersisa adalah image “uztad kok berpoligami, kasihan
istri pertamanya”.
Pada kasus yang sedikit berbeda,
yaitu mengenai serangan Amerika Serikat ke Irak dengan alasan Irak memiliki senjata
pemusnah massal. Banyak negara yang setuju dengan argumen Amerika meski pada
kenyataannya senjata pemusnah massal tidak pernah ditemukan di Irak. Mengapa
bisa banyak negara percaya begitu saja pada Amerika?
Kita kembali ke percakapan antara
guru dan murid. Namun dengan menambah dua orang murid yang menjadi sahabat
murid di atas. Satu murid duduk di sebelahnya dan satu lagi duduk di
belakangnya. Murid kedua yang ada di sebelah murid pertama tentu melihat
langsung kertas yang dibawa gurunya. Dia pasti juga memperhatikan saat murid
pertama meraba dan membolak-balik kertas. Akhirnya, ketika dia ditanya gurunya,
ia pun menjawab hanya ada titik hitam karena dia menganggap temannya telah
meneliti dengan sungguh-sungguh. Murid ketiga yang berada di belakang murid
pertama sebenarnya tidak terlalu melihat jelas dengan apa yang ada di kertas.
Namun karena kedua sahabatnya telah menyatakan hanya ada titik hitam, maka dia
pun menjawab hanya ada titik hitam.
Pola seperti ini mirip dengan awal
kejadian invasi Amerika ke Irak. Amerika dianggap sebagai negara yang paling
tahu dengan segala teknologi canggihnya. Negara-negara sahabat Amerika lantas
mengikuti tindakan Amerika dan ikut mensyiarkan bahwa Irak mempunyai senjata
pemusnah massal. Negara-negara lain akhirnya ikut-ikutan percaya bahwa Irak
mempunyai senjata pemusnah massal setelah disampaikan berulang-ulang oleh
Amerika dan kroni-kroninya berikut potensi bahayanya.
Kesimpulan apa yang diperoleh?
Secara ilmu propaganda, isu yang disampaikan berulang-ulang lama-lama akan
menjadi kebenaran. Kebenaran bersama oleh sekelompok orang yang percaya,
mengikuti, dan menjaga isu tersebut. Terlepas isu tersebut benar atau tidak. Setelah
Saddam Husein jatuh dan senjata pemusnah massal tidak ditemukan, tidak ada
teriakan yang menyalahkan Amerika dan sekutunya, apalagi sanksi. Yang ada
adalah kerugian yang dialami oleh masyarakat Irak, yang kini kehidupannya
menjadi kacau balau.
Hmm... Setelah berbicara terlalu
jauh dan sedikit berputar-putar, sebenarnya apa sih yang ingin disampaikan
penulis? Di sini, saya cuma mau mengajak agar kita bisa melihat suatu hal,
suatu objek secara keseluruhan. Bukan dari yang mudah dilihat atau sering
didengar saja, bukan hanya dengan memperhatikan satu sisi dengan mengesampingkan
sisi-sisi yang lain. Lihatlah suatu objek secara utuh dan menyeluruh.
Akhir kata, semoga tulisan yang agak
ngelantur ini ada manfaatnya dan bisa
menjadi bahan renungan. Atas perhatiannya, terima kasih.